Generasi Millenials dan Masa Depan Pertanian Indonesia

Redaksi
23 Agu 2018 10:59
OPINI 0 37
3 menit membaca

Opini, Matasulsel – Beberapa dekade terakhir issu regenerasi petani menjadi hangat, kenapa tidak sebahagian besar kaum muda yang saat ini lebih dikenal sebagai Generasi Millennials tidak tertarik atas sektor pertanian (pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan) karena dianggap sektor ini kurang prestisius dengan insentif kesejahteraan masih sangat rendah dibanding sektor lain.

Posisi Penting Generasi Millennials

Generasi Millennials atau biasa disebut generasi Y yang lahir periode 1980-an hingga 2.000 an. Generasi yang lahir dan hidup ditengah kecanggihan teknologi komunikasi & informasi. Generasi ini menjadi penting bagi sektor pertanian karena Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan potensi sumber daya yang sangat besar, baik SDA maupun SDM.

Data BPS 2013 menyebutkan 61% petani Indonesia telah berumur 45 tahun, berarti saat ini 2018 petani-petani tersebut sudah berumur 50-an tahun. Sehingga 15 tahun kedepan (tahun 2033) mereka sudah berumur 65 tahun yang artinya telah masuk kategori tenaga kerja kurang produktif. Sehingga diharapkan generasi Millennials bisa melanjutkan tongkat estapet pekerja pangan ini, sebab jika tidak hal ini akan menjadi ancaman nyata bagi ketersediaan pangan Indonesia dan dunia sebab tanpa petani tidak akan ada makanan, no farmer no food.

Bagaimana agar Generasi Millennials tertarik disektor Pertanian?

Generasi millennials lebih tertarik pekerjaan dikota-kota besar dengan orientasi gaya hidup yang metropolis, setiap saat smart-phone dalam genggaman, hidup dipedesaan apalagi bertani secara konvensinal sepertinya sangat tidak menarik bagi mereka.

Tentu ini menjadi tantangan yang berat, karena pertanian kita saat ini secara umum masih konvensional, walaupun sebahagian kecil sudah ada yang bermetamorfosis menjadi petani modern yang menerapkan kecanggihan teknologi dengan tingkat produktivitas lahan menjadi tinggi, berbeda dengan pertanian konvensional.

Pertanian konvensional pada umumnya dikelolah oleh para petani berusia tua dengan pendidikan masih sangat rendah, penerapan paket budidaya masih belum maksimal sehingga produktivitas lahan masih rendah, jalur rantai distribusi pemasaran yang sangat panjang, sebahagian besar petani hanya menjual komoditi tanpa ada pengembangan industri pengolahan untuk memberikan keuntungan tambahan.

Pemerintah, lembaga pendidikan, praktisi, pemerhati pertanian & stakeholder lain harus terus mendorong agar pengelolaan Pertanian harus lebih creatif dengan inovasi teknologi yang mensejahterakan.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tag Populer

Belum ada konten yang bisa ditampilkan.