Realisasi Himbauan Janganki Mudik

Redaksi
25 Apr 2020 14:45
3 menit membaca

Jakarta, Matasulsel – Bisa dipahami bahwa upaya pemerintahan sekedar menghimbau masyarakat untuk tidak mudik, bukan melakukan pelarangan merupakan dalam rangka menenangkan masyarakat di masa pandemi covid-19.

Kekhawatiran ini berdasarkan pertimbangan pemerintahan apabila terjadi kepanikan di masyarakat bisa berakibat kericuhan yang justru lebih besar resiko buruknya. Namun bagai pisau bermata dua, himbauan larangan mudik ini justru mendapat kritik keras terhadap beberapa elemen masyarakat.

Kritik keras terutama keputusan ini menciptakan kebingungan beberapa pemerintahan daerah dalam menyikapi pemudik yang sudah terlanjur pulang kampung, mengingat rata-rata pemudik berasal dari daerah yang berzona merah.

Alhasil, kondisi ini memberikan dampak sosial dan ekonomi di daerah karena pemerintahan pusat bukannya membatasi pandemi tetapi malah terkesan membiarkan penyebaran pandemi covid-19 terjadi. Ditambah, tidak semua daerah siap secara logistik dan kapasitas medis, baik tenaga maupun peralatan medis dalam menghadapi pandemi covid-19, sehingga menambah persoalan baru.

Hingga hari ini gelombang mudik masih saja terus terjadi. Memang tak semua pergerakan mudik terpantau. Di beberapa terminal tampak terlihat sepi sehingga terkesan tidak terlalu banyak pemudik. Padahal mereka lebih memilih menggunakan angkutan pribadi untuk menghindari pendataan atau pemeriksaan pandemi covid-19 karena takut sampai di kampung asal mereka mendapat status ODP dan isolasi mandiri selama 14 hari.

Ini menunjukkan bahwa himbauan untuk tidak mudik terbukti belum mempan membatasi pergerakan masyarakat. Ditambah, lemahnya sosialisasi ke bawah terkait pandemi covid-19 juga menambah masalah baru sehingga pemudik takut melaporkan perjalanannya.

Kekhawatiran tidak digubrisnya himbauan mudik oleh sebagian masyarakat sudah terbukti membawa dampak. Di Wonogiri, salah satu sopir bus yang mengangkut para pemudik itu kedapatan positif Covid-19. Pulangnya para pemudik juga menimbulkan konflik horisontal di daerah karena warga lokal takut tertular.

Kondisi ini jelas menambah beban bagi pemerintah daerah. Lansia di cimahi positif covid-19 setelah anaknya pulang kampung dari Jakarta. Di sumedang, seorang warga positif covid-19 setelah berdagang dari Jakarta. Dan tentu banyak yang lainnya.

Pemudik yang kebanyakan daerah Jabodetabek yang merupakan daerah epicentrum pandemi covid-19 tentu berpotensi besar menyebarkan covid-19 ke daerah-daerah yang belum terinfeksi dan sangat berpotensi menciptakan epicentrum-epicentrum baru bila tak segera tertangani.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tag Populer

Belum ada konten yang bisa ditampilkan.