“Kondisi ini mendapat perhatian Menteri Koordinasi Bidang Maritim dan Investasi (Menkomarves) dan meminta KPPU bersama Kementerian Perhubungan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk melakukan kajian pembentukan multi provider BBM Penerbangan di Indonesia,” ungkapnya.

Dalam kajian KPPU menemukan, bahwa dalam rantai pasok penyediaan BBM Penerbangan terdapat tiga kelompok kegiatan, yakni pengadaan bahan bakar dari kilang yang kemudian disalurkan ke fasilitas penyimpanan (atau fuel supply); penyaluran bahan bakar dari kilang atau kapal laut melalui pipa ke depot penyimpanan di kawasan bandar udara (atau storage); dan penyaluran ke pesawat (atau into plane services).

Selanjutnya kajian KPPU menunjukkan, konsep persaingan dapat diterapkan untuk tiap kelompok kegiatan atau dapat dilakukan secara terintegrasi dari fuel supply hingga fuel delivery.

Dengan memperhatikan karakteristik proses supply chain penyediaan BBM Penerbangan, sistem multi provider melalui open access dan prinsip co-mingle menjadi salah satu sistem yang sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sebagaimana praktik internasional dan direkomendasikan oleh International Air Transport Association (IATA).

Keberadaaan multi provider ditujukan untuk menciptakan persaingan dalam pengadaan dan pendistribusian, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan menurunkan harga BBM Penerbangan.

Sehingga dengan demikian dapat terjadi penurunan harga tiket pesawat, karena komponen biaya bahan bakar mencapai 38%-45% dari harga tiket pesawat.

Namun untuk melaksanakannya, KPPU menemukan masih terdapat kebijakan Pemerintah yang perlu dilakukan revisi, yakni Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 13/P/BPH MIGAS/IV/2008, khususnya mengenai ketentuan badan usaha yang dapat melakukan kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM Penerbangan.