Makassar, MataSulsel.com — Perilaku korupsi adalah bahaya laten yang telah ditetapkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga, sangat wajar jika negara dan kelompok masyarakat melawan keras kejahatan luar biasa tersebut.

Korupsi, juga menjadi fokus Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pesta Demokrasi. Khusus di Sulsel, korupsi masuk dalam salah satu topik debat kandidat ke 3 Pilgub Sulsel.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Haswadi Andi Mas yang dikonfirmasi tidak menepis, bahwa perilaku korupsi harus dilawan secara bersama-sama. Sehingga, dalam memilih pemimpin, publik harus berhati-hati.

Dia mengatakan, track record para calon harus menjadi perhatian dan penilaian publik. Jika pernah terlibat kasus korupsi, apalagi dilakukan berulangkali, maka perlu dianalisan dan menjadi dasar pertimbangan dalam memilih.

“Nah.Tentunya itu menjadi salah satu penilaian bagi publik terkait track record masing- masing calon,” kata Haswadi, Selasa (8/5/2018).

Sekalipun calon yang memiliki track record korupsi memiliki hak untuk meyaikinkan publik bahwa dirinya benar-benar telah berubah dan akan memperbaiki diri, serta bisa menarik simpati, akan tetapi, perilaku kejahatan, kata dia akan tetap menjadi penilaian pemilih.

“Meskipun Calon yang memiliki track record tersebut telah mempertanggungjawabkan perbuatannya, tapi pasti akan tetap menjadi penilaian publik,” kata dia.

Dia menegaskan, dalam menentukan pemimpin masa depan, memang sangat diperlukan komitmennya untuk melawan kejahatan korupsi.

Untuk itu,  program pencegahan korupsi bukan sekedar skema dan transformasi pengetahuan, akan tetapi tindakan dan rekam jejak.

“Anti Korupsi adalah sebuah gerakan yang membutuhkan transformasi nilai-nilai yang positif. Jadi Publik akan tetap menilai para calon, apakah sikap dan perilakunya benar-benar sudah Anti Korupsi atau hanya sekadar slogan,” tegasnya.

Dijelaskan lebih jauh, pastinya publik dan pemerhati serta Aktivis Anti Korupsi akan menilai visi dan misi serta program Para Calon dalam upayanya untuk membangun sebuah sistem pemerintahan dan layanan publik yang dapat mencegah terjadinya korupsi secara optimal. Khususnya yang berkaitan dengan kewenangannya.

“Misalnya sistem pengadaan barang dan jasa, sistem perencanaan anggaran APBD, sistem perizinan, dan bantuan sosial,” tandasnya.