Ahmad Khaimuddin : Beberapa Poin Dalam Draf Omnibus Law
Takalar, Matasulsel – Naik dan turunnya upah minumum pekerja sangat tergantung angka pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Justru yang lebih penting adalah adanya beberapa poin dalam draf Omnibus Law yang merugikan para pekerja. Sebut saja salah satunya adalah penentuan gaji minumum yang ditetapkan berdasarkan UMP Provinsi yang sebelumnya terdapat UMP Kabupaten/Kota.
Demikian dikemukakan Ahmad Khaimuddin kepada Redaksi seraya menambahkan, hal ini akan merugikan bagi pekerja yang memiliki gaji lebih tinggi berdasarkan UMK dari pada penentapan UMP Provinsi.
“Belum lagi poin – poin lain terkait para pekerja, seperti penetapan upah berdasarkan jam, pelarangan cuti, pemotongan pesangon, serta hal – hal yang lainnya merugikan para pekerja,”ujar aktifis Partai Rakyat Demokratik (PRD, red) ini.
Menurutnya, tujuan digulirkannya Omnibus Law, sebagaimana yang diungkapkan oleh pemerintah adalah untuk mengatur sejumlah regulasi yang masih tumpang tindih. Perbaikan ini sangat perlu terlebih lagi berkaitan dengan upaya meningkatkan investasi di Indonesia.
“Jadi jika terdapat regurasi yang masih bermasalah tentu hal ini akan menjadi kendala, maka dari itu Omnibus Law untuk mengatasi hal – hal seperti ini. Seharusnya Omnibus Law memperbaiki regulasi, tapi jika pembuatan Ombibus Law ini akan merugikan masyarakat maka saya rasa hal ini menjadi sia-sia,” tegas lelaki kelahiran Sulawesi Selatan ini.
Ketika ditanya Redaksi, apa langkah yang harus dilakukan pemerintah dan DPR agar Omnibus Law diterima masyarakat, Ahmad Khaimuddin secara diplomatis menjawab pembuatan regurasi akan selalu diterima oleh masyarakat banyak, jika regulasi tersebut memiliki manfaat untuk peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat.
Jadi saya rasa kesyaratan paling utama bagi diterimahnya Omnibus Law ini adalah bisa memberikan manfaat peningkatan kesejatraan ekonomi. Dan penyerapan aspirasi publik yang luas akan mempercepat hal ini bisa diterima.
“Prinsipnya jangan mengabaikan partisipasi publik, jangan terkesan ditutup-tutupi, pembahasan omnibus law juga sangat minim melibatkan partisipasi pemerintah daerah,”Tutupnya.(Red/Wijaya).(*)
Terbit : Jakarta, 1 Juni 2020.