Jakarta, Matasulsel – RUU Omnibus Law yang sudah masuk dan dibahas dalam Baleg DPR RI masih terus mendapatkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, sementara itu Presiden Jokowi sudah “mengundang” tiga pimpinan organisasi buruh yang katanya berpengaruh seperti Said Iqbal, Elly Rosita S dan Andi Gani N untuk membahas Omnibus Law, sehingga diakhir pertemuan dengan kepala negara, ketiga tokoh elemen buruh sepakat untuk menunda aksi tanggal 30 April 2020, setidaknya KSPI konon dikabarkan telah menunda “aksi menggeruduk” DPR RI dan Kantor Menko Perekonomian tersebut, sehingga hampir dapat dipastikan Mayday 2020 tidak menarik seperti tahun-tahun sebelumnya.

Banyaknya tudingan minor atau negatif terhadap RUU Ciptaker ternnyata tidak semuanya dibenarkan oleh kalangan akademisi yang mendalami permasalahan ini, sehingga memiliki ilmu pengetahuan untuk menjelaskannya.

Terkait tudingan RUU Cipta Kerja sebagai cara mempermudah masuknya tenaga kerja asing (TKA), dosen Universitas Padjajaran Bandung, Rully Chairul Anwar, menepisnya. Menurut aktivis Forum Kajian Informasi dan Literasi Sosial Budaya Unpad itu, RUU Cipta Kerja mempermudah birokrasi perizinan TKA. Akan tetapi, untuk sektor dengan skill tertentu atau belum memiliki tingkat keahlian sesuai kebutuhan.

“RUU Ciptaker bukan karpet merah untuk para tenaga kerja asing. RUU Ciptaker hanya untuk mempermudah birokrasi para TKA dengan skill tertentu dan bukan untuk semua TKA,” kata Rully melalui keterangan pers tertulisnya belum lama ini.

Menurut Rully, pasal yang dicurigai sebagai karpet merah TKA ialah Pasal 89 RUU Ciptaker yang mengubah atau menghapus beberapa ketentuan dalam UU/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan aturan tersebut, dikhawatirkan akan terjadi invasi tenaga kerja asing sehingga Indonesia dibanjiri pekerja asing yang menggusur posisi pekerja Indonesia.

Pandangan positif juga dilontarkan Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri. Yose menilai RUU ini bisa meningkatkan mutu tenaga kerja.