JENEPONTO, MATASULSEL – Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang bertajuk “Riset Aksi Cegah Perkawinan Anak” berlangsung dengan antusias di Pattiro Event & Meet, kantor Pattiro Jeka, Jalan Alim Bahri, Kelurahan Empoang, Kecamatan Binamu.

Acara ini diselenggarakan oleh lembaga Pattiro Jeka bekerja sama dengan Bappeda Jeneponto, dan dihadiri oleh 27 anak dan remaja dari berbagai organisasi pelajar se-Kabupaten Jeneponto.

Kehadiran mereka bukan hanya sekadar mewakili institusi, tetapi juga membawa harapan dan suara anak-anak Jeneponto.

Para peserta terdiri dari Duta Pelajar 2025, Duta Anak, Duta Wisata, Duta Lingkungan, Duta Genre, PMR, Pramuka, Ketua OSIS SMP dan SMA, pelajar digital, Tittle serta Forum Anak Turatea.

Momen ini menjadi yang pertama bagi mereka untuk berkumpul dalam satu forum yang terbuka dan konstruktif.

Sejak awal, tim riset telah mempersiapkan pertemuan ini dengan baik. Peserta merasakan kehangatan dan semangat dari para fasilitator, yang merupakan alumni Forum Anak Turatea (FORMATUR ).

Mereka memperkenalkan diri dengan antusias, menciptakan suasana akrab meski baru pertama kali bertemu. “Kami baru kali ini mendapatkan forum yang sangat terbuka, dialektika, dan fun,” ungkap salah satu peserta.

Sesi brainstorming menjadi titik awal kegiatan. Para peserta menunjukkan pemahaman mendalam tentang isu perkawinan anak, menyampaikan argumen yang sangat kuat dan terperinci.

Fakta dan cerita yang mereka bawa mengungkapkan wawasan yang luar biasa, mencerminkan impian dan harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik.

Dialog yang terjadi dalam kelompok berlangsung secara dinamis, penuh rasa saling menghargai. Tidak ada sikap merendahkan, sebaliknya mereka berinteraksi layaknya kawan lama yang baru berjumpa.

Menariknya, anak-anak ini merupakan stakeholder kunci dalam upaya pencegahan perkawinan anak. Sebagian dari mereka baru saja terpilih sebagai ketua OSIS di sekolah masing-masing, tiga diantaranya adalah perempuan, ini menunjukkan bahwa kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk berperan setara, dengan kemampuan kepemimpinan yang potensial.

Mereka menawarkan diri sebagai solusi atas peliknya situasi perkawinan anak, yang sering mengakibatkan anak pelajar kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan setelah menikah.

Temuan lapangan oleh bidan dan petugas kesehatan juga sangat relevan. Banyak ibu hamil dan melahirkan di usia anak, serta kasus-kasus anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan stunting, mengindikasikan risiko yang lebih besar bagi kesehatan dan masa depan anak-anak tersebut.

Tawaran anak-anak hebat ini untuk menjadi tutor sebaya bagi kurang lebih 60 siswa setingkat SD, SMP, hingga SMA se-Kabupaten Jeneponto sangat layak untuk dipertimbangkan.

Mereka bersuara, menunjukkan kepedulian, dan merancang aksi bersama untuk menyelamatkan teman sebayanya dari praktik berbahaya perkawinan anak, demi menciptakan “Jeneponto Bahagia.” Dalam tagline yang mereka suarakan,

“Kami Anak Jeneponto, Anak Jeneponto 100% Tolak Perkawinan Anak,” mereka menegaskan komitmen untuk menjadi agen perubahan di lingkungan mereka.

Ketika dibagi dalam kelompok untuk menggali ide-ide solusi terhadap upaya pencegahan perkawinan anak, kreativitas mereka semakin bersinar. Mereka saling mendukung, bertukar pikiran, dan mengembangkan gagasan-gagasan inovatif. Proses ini tidak hanya membangun keterampilan berpikir kritis, tetapi juga membentuk rasa kebersamaan yang kuat di antara mereka.

Acara ini menegaskan pentingnya melibatkan suara anak-anak dan remaja senagai bagiam dari hak partisipasi anak dalam pembicaraan serius tentang isu-isu yang memengaruhi kehidupan mereka.

Dengan semangat yang menggebu dan ide-ide yang segar, para peserta FGD ini menunjukkan bahwa mereka adalah generasi masa depan yang siap berkontribusi dalam menciptakan perubahan positif di masyarakat. (*)