Jakarta, Matasulsel – Salah satu alasan dan usulan dari kelompok penolak RUU Omnibus Law Ciptaker adalah pemerintah disarankan untuk lebih fokus menangani dampak Covid-19 daripada mementingkan pengutamaan pembahasan RUU Ciptaker tersebut, namun hal ini menimbulkan pertanyaan serius apakah benar pemerintah tidak serius mengantisipasi dampak Covid-19 dan lebih mementingkan RUU Ciptaker? Ternyata jawabannya tidak.

Mengapa tidak? Karena banyak informasi yang beredar di berbagai media massa ternyata banyak langkah, solusi, kebijakan dan manuver yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi Covid-19, sehingga sah-sah juga jika pemerintah dan DPR RI melanjutkan pembahasan RUU Ciptaker mengingat RUU ini akan sangat dibutuhkan bagi perekonomian Indonesia ke depan.

Indikasi Langkah Antisipasi Covid-19

Ada beberapa indikasi dan fakta positif terkait langkah dan kebijakan pemerintah untuk mengantisipasi dampak negatif Covid-19 yaitu :

Pertama, untuk membantu masyarakat miskin dan rentan miskin akibat pandemi Covid 19, maka Pemerintah telah membuat kebijakan untuk memberikan diskon tagihan listrik selama 3 bulan (April Juni 2020 dimana R 1 450 VA mendapat diskon 100 dan R 1 900 VA tidak mampu mendapat diskon 50%.

Selain itu, untuk melindungi Golongan Tarif listrik pelanggan bisnis kecil (B 1 450 VA) dan Industri Kecil (I 1 450 VA), Pemerintah juga memberikan diskon tagihan listrik 100% selama 6 bulan (Mei smpai Oktober 2020).

Kedua, pada situasi biaya krisis ini baik pemerintah dan DPR RI mengharapkan harus ada beban yang dipikul oleh Perbankan BUMN dan lembaga keuangan lainnya bersama pemerintah, dengan kata lain pemerintah dan BUMN perlu ada pengorbanan laba dan dividen selama pandemi Covid-19.

Ketiga, pemerintah juga telah mengingatkan agar pandemi ini jangan dijadikan peluang untuk melakukan moral hazard, sehingga kredit-kredit portofolio non performing loan (NPL) bisa melenggang dari memanfaatkan situasi yg ada.

Keempat, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, BNPB, APEKSI, APKASI dan APPSI mendukung pasar rakyat tetap dibuka selama masa pandemi Covid-19 untuk menjaga keberlanjutan penyaluran hasil pertanian, peternakan, dan perikanan sekaligus memastikan ketersediaan, keterjangkuan harga, kelancaran distribusi, dan pemenuhan bahan pokok masyarakat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Kelima, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan langkah-langkah antisipatif KPK dalam melakukan pengawasan terhadap anggaran Covid-19 yang dikeluarkan oleh pemerintah, antara lain KPK hendak menerapkan pasal hukuman mati bagi koruptor di tengah pandemi.

Keenam, Kementerian Pertanian juga memfungsikan ATM beras yang dibuat oleh Ditjen dan Toko Tani yang bertujuan untuk membantu akses ke masyarakat langsung.

Ketujuh, pemerintah dalam penanganan pasca Covid-19 ini, mengajak semua pihak baik pihak negeri, BUMN, maupun swasta untuk melakukan riset dan inovasi. Peneliti diharapkan melakukan riset-riset untuk mengantisipasi dan menemukan inovasi-inovasi terbarukan.

Kedelapan, pemerintah dan DPR RI mendukung penuh asosiasi jamu dan obat tradisional untuk memperoleh ruang yang lebih besar dibanding jamu produk China dan mendukung produk jamu masuk dalam pasar.

Kesembilan, pemerintah terus membantu semua masyarakat terutama UMKM kecil terkena dampak pandemi ini, sebab lebih dari 64 juta UMKM terancam bangkrut. Pemerintah juga melakukan rekstrukturisasi kredit koperasi untuk menyelamatkan korupsi selama pandemi.

Kesepuluh, Kementerian Perdagangan disarankan DPR RI perlu melakukan pengawasan serta melakukan take-down / bekerjasama antara e-comerce dengan bank, terkait dana transaksi, supaya bisa melakukan pemblokiran dana terhadap akun/online shop yang melakukan penipuan, sebagai bentuk perlindungan hukum. Penulis Johanes Oetoro Dharmana.(*)

Terbit : Jakarta, 8 Mei 2020.

Sumber : Kolumnis di Beberapa Media Massa.