Arman & Partners Kirim Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi Soal First Travel
Surat Terbuka
Kantor Hukum ARMAN&PARTNERS
Kepada Yang Terhormat :
1. BAPAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
2. KETUA MAHKAMAH AGUNG R.I.
3. KUASA HUKUM PT. FIRST TRAVEL
4. KUASA HUKUM JAMAAH FIRST TRAVEL
Perihal : MASUKAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam Sejahtera bagi kita semua
Salam sejahtera bagi kita semua, teriring harapan dan
doa semoga Tuhan Y.M.E melimpahkan Rahmat dan
Hidayah bagi kita semua. Aamiin
Peristiwa hukum “FIRST TRAVEL” kami amati telah menjadi sebuah peristiwa yang menyita perhatian publik Lokal-Nasional-Internasional, oleh karenanya peristiwa ini menjadi wajah Indonesia bagi publik dunia. Berangkat dari rasa nasionalisme Berbangsa dan Bernegara, kantor hukum kami ikut merasa bertanggung jawab berperan serta (walau kapasitas hukum kami terbatas melakukan upaya hukum), oleh karenanya lewat surat terbuka ini kami menyampaikan isi pikiran kami dalam mengamati secara hukum peristiwa hukum First Travel.
Bahwasanya, surat terbuka ini bisa saja kami lakukan dengan mengikuti jalur birokrasi pemerintahan namun kami melihat situasi dan kondisi kurang memungkinkan kami lakukan karena upaya dan proses hukum terus bergulir setiap saat sementara sistem birokrasi pemerintahan surat kami khawatirkan lambat dibaca oleh Bapak Presiden dan pihak-pihak yang memiliki kompetensi dalam penyelesaian perkara (peristiwa) Firs Travel ini.
Cara ini juga kami lakukan dengan keyakinan positif bahwa Pemerintah dan seluruh elementasi Aparat Penegak Hukum menjadikan Sosmed, wadah tekhnologi, dan informasi adalah wahana yang kita gunakan untuk kemaslahatan Ummat, Bangsa dan Negara.
Proses hukum dalam Peristiwa First Travel :
1. Bahwa Putusan Peradilan Pidana telah jatuh dan Pihak First Travel di Vonis Bersalah berikut harta (asset) keseluruhan yang disita untuk kepentingan persidangan dirampas oleh Negara untuk kemudian di
lelang
2. Bahwa upaya Perdata yang dilakukan Pihak Jamaah sebagai pemilik dana yang disalahgunakan oleh Pihak First Travel sudah mulai mengkrucut namun pembacaan putusannya ditunda. Namun, ada 2 telaah “kendala hukum” yang bisa saja muncul, yakni; 1. ada polemik Surat Kuasa Pihak Jamaah yang berpeluang berakibat niet ontvankelijke verklaard (N.O) atau tidak dapat diterima, 2.jika Pihak Jamaah memenangkan upaya hukum (Perdata) ini maka menjadi pertanyaan objek milik (harta/asset) First Travel yang mana akan dilakukan sita untuk memenuhi eksekusi atas Putusan Perdata tersebut sementara asset/harta milik First Travel telah disita sebelumnya (dalam Perkara Pidana) dan diputuskan untuk dirampas oleh Negara untuk dilelang alias “Menang di atas kertas” Win on Paper”.
3. Bahwa upaya kePAILITan yang sementara bergulir oleh Pihak Jamaah, juga akan terkendala pada pemulihan harta (Hak) Jamaah dikarenakan asset/harta Pihak First Travel yang mengalami “Guling Tikar=Terkuras Habis” sebelum jatuh Pailit.
Bapak Presiden, pejabat MA, dan Rekan-Rekan Sejawat yang Kami Muliakan.
Dalam peristiwa hukum kita semua senantiasa berharap terwujud rasa keadilan sehingga wibawah Peradilan dan Aparat Penegak Hukum (termasuk Advokat) menjadi hal patut dijunjung tinggi, termuliakan. Oleh karenanya, kami melihat fenomena penyelesaian Peristiwa Hukum First Travel telah berada pada skala Peristiwa Sosial karena kekuatan publikasi yang begitu massif dan di sela-sela publikasi itu menjamur rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh publik (juga termasuk pada hati nurani aparat Hukum dan Pemerintahan yang tentunya memiliki logika kemanusiaan, harta=asset First Travel adalah Harta Jamaah).
Tentunya kita semua tanpa terkecuali, sebagai elementasi BANGSA INDONESIA tidak mau ini merusak tatanan sosial Kebangsaan Indonesia, apalagi jika itu berpotensi mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia. Saya selalu meyakini bahwa HUKUM ADALAH ALAT PENGENDALI SOSIAL (Donald Black), maka kami memberi saran :
1. Bahwa dalam rangka mengurai dan meletakkan solusi atas Peristiwa Hukum First Travel, maka sudah saatnya Negara lewat elementasi Pemerintahan untuk segera turun tangan.
2. Bahwa ketika Pemerintah turun tangan hendaknya para pihak yang berperkara berikut pihak yang memiliki kompetensi dalam Perkara (Hukum) First Travel untuk menanamkan Prinsip Kesatuan, yakni memandang, menilai, dan menstimulan penyelesaian Perkara ini dengan mengutamakan Penyelamatan Harta Jamaah DIKARENAKAN Harta Jamaah yang diorganisir masuk ke First Travel itu nyata adanya dan Jamaah tidak memiliki kedudukan yang salah dalam perspektif hukum.
Berikut uraian kantor kami :
Sebagai pengantar…
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (2) UndangUndang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menjelaskan Fungsi Pemerintahan adalah adalah fungsi dalam melaksanakan Administrasi Pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelindungan. Pendapat Kami : Negara memang selalu hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai perwujudan Kedaulatan Rakyat. Hadir disaat Rakyat terganggu, gelisah, dan mengalami Kekhawatiran bahkan Ketakutan. Dengan demikian Negara adalah simbol Kesatuan Rakyatnya. Dalam peristiwa hukum (Perkara) First Travel maka
ada 2 hal yang mengiringi masyarakat hukum kita, yakni; 1. Hukum hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat 2. Negara selalu hadir di tengah-tengah masyarakat. Paduan 2 kehadiran antara Hukum dan Negara tentunya menjadi stamina sosial sekaligus kekuatan hukum bagi Jamaah yang terancam kehilangan dananya yang disalahgunakan oleh First Travel.
1. Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 1 angka 9, Diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Pendapat kami: Bahwa peristiwa hukum First Travel ini membutuhkan Diskresi dikarenakan Hukum Acara (Perdata/Pidana) belum optimal untuk menjadi wadah Peradilan dalam menyelamatakan harta Jamaah yang disalahgunakan Pihak First Travel, dan ini menjadi Peristiwa Sosial sehingga ini dikategorikan sebagai Persoalan Konkret yang saat ini secara tidak langsung mengganggu khidmatnya roda pemerintahan dan boleh jadi akan mengganggu secara langsung terhadap jalannya roda pemerintahan, dikarenakan Jamaah sebagai Warga Negara Indonesia bersandar pada rasa keadilan yang terciderai di Negaranya sendiri.
2. Pelaksanaan diskresi harus memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan Pasal 22 dalam Undang-Undang 30 Tahun 2014, yakni; melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Pendapat Kami : Peluang Pemerintah untuk menetapkam Diskresi terhadap Peristiwa First Travel lewat Presiden ataukan elementasi Pemerintahan Terkait sangat berdasar atas prinsip menegaskan Kepastian Hukum di atas Rasa Keadilan Jamaah. Hukum hadir sebagai pembela bagi setiap rasa yang terciderai, dan (dalam konteks Perkara First Travel) Pemerintah adalah pihak yang miliki kompetensi strategis bagi Rakyatnya untuk menjadikan Hukum sebagai alat Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (sila ke-5 Pancasila)
Berdasarkan uraian di atas, maka dengan kerendahan hati dan bermaksud memberikan sumbangsih pemikiran bagi INDONESIA kami menyarankan :
1. Kepada Bapak PRESIDEN R.I untuk turun tangan, jika berkenan menetapkan Diskresi Pemerintah terhadap Peristiwa Hukum (Perkara) First Travel dengan sikap Pemerintah sebagaimana kami uraikan di atas;
2. Kepada Kuasa Hukum First Travel, untuk bersama-sama Jamaah memandang peristiwa ini tidak hanya pada konteks Hukum Normatif, bahwa perkara ini telah berwujud Peristiwa Sosial, dan bahkan bagi Kaum Muslim peristiwa ini adalah ujian bagi Ummat Manusia untuk saling berkasih sayang. Pihak First Tarvel walaupun dalam Putusan Pidana telah di Vonis Bersalah tetapi masih berpeluang untuk memulihkan diri di mata Jamaah dengan mengajukan upaya PK (Peninjauan Kembali) terhadap Putusan (Pidana) MA dan dalam memory PK hendaknya meminta kepada Hakim MA untuk menyatakan Putusan Hakim yang berakibat dirampasnya Harta=Asset First Travel oleh Negara adalah Putusan yang keliru, berikut Hakim (di Sidang PK) memutuskan mengembalikan Harta=Asset yang disita dikembalikan kepada yang lebih berHak yakni Jamaah. Dengan demikian boleh jadi Harta=Asset First Travel habis disita (dikuasai) oleh pihak lain (Negara atau Jamaah) tetapi ada harta yang sangat bernilai di Mata Allah yakni ketulusan dan keikhlasan berjuang bersama Jamaah untuk mengembalikan Dana (Ibadah) Jamaah.
3. Kepada Yang Mulia Hakim-Hakim MAHKAMAH AGUNG RI, bukan bermaksud kami melakukan intervensi terhadap Kemerdekaan Hakim tetapi ini dapat dinilai sebagai keluh kesah masyarakat hukum saja. Kami sampaikan bahwa banyak, di lapangan hukum saat ini ada beberapa fenomena Putusan Peradilan yang saling bersinggungan antara Peradilan Pidana yang harusnya konsentrasi pada Peristiwa Perbuatan tetapi berimbas pada Hak Milik dan Peradilan Perdata konsentrasi pada Peristiwa Hak Milik tetapi tak berdaya pada keabsahan alas hak kepemilikan (diakibatkan adanya laporan Pidana Pemalsuan terhadap dokumen yang pernah menjadi alas bukti hak milik dalam perkara Perdata=telah inkracht/berkekuatan hukum tetap). Penyusunan PERMA oleh Mahkamah Agung sebaiknya dioptimalkan untuk menjadi wadah yang bersifat regulatif dalam menangani fenomena tersebut, termasuk Peristiwa Hukum First Travel. Demikian surat ini kami sampaikan secara terbuka, atas segala perhatiannya diucapkan terima kasih. Jika ada kekeliruan mohon kami dimaafkan, semata-mata kami hanya bermaksud menjadi Anak Bangsa yang berkontribusi terhadap Negaranya.
Jakarta, 27 November 2019
Billahittaufiq Walhidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
tertanda,-
Arman SH