Jakarta, Matasulsel – Keberadaan media sosial selain dapat mengakselerasi atau mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, mengeskalasi atau meningkatkan komunikasi berjejaringan termasuk memicu banyak munculnya ekonomi kreatif menggunakan media sosial maupun jasa internet, namun dibalik nilai-nilai positif tersebut juga ada “bahaya” yang dibawa oleh media sosial dan internet yaitu kelompok radikal, intoleran, teroris, separatis dan oknum pelaku ekonomi ilegal juga menggunakan keunggulan teknologi ini, sehingga kewaspadaan dari masyarakat dan proteksi dari pemerintah terus ditingkatkan dan dikembangkan.

Menurut Rusdi Fikri yang juga Ketua Forum Pegiat Media Sosial Independen mengatakan, alarm akan adanya gerakan radikalisme di Indonesia masih menjadi perhatian, termasuk ketika Indonesia sedang fokus dan serius menangani Pandemi Covid-19 yang membutuhkan kerjasama atas dasar kemanusiaan.

Namun, tindakan intoleransi di Indonesia masih terus saja terjadi hingga saat ini. Sikap intoleran tentu dapat menjadi indikator penyebaran paham radikal, yang berdampak pada hilangnya rasa kemanusiaan atas nama kepentingan golongan.

Sementara itu, Margaret Aliyatul Maimunah yang juga merupakan Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan Aanak Indonesia (KPAI, red) mengatakan, KPAI mencatat total pengaduan kasus pornografi dan kejahatan siber yang menjerat anak-anak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Masa-masa pembatasan sosial yang membuat aktivitas di rumah meningkat dapat memunculkan tantangan ekstra bagi orang tua, termasuk menjaga anak-anak dari ancaman kejahatan siber. Adapun konten negatif yang kerap menyerang anak-anak di dunia maya antara lain, pornografi, informasi hoaks, ujaran kebencian, adiksi gadget, radikalisme, serta perilaku sosial menyimpang.

Saat ini remaja menghabiskan lebih banyak waktu online untuk belajar dan berhubungan dengan teman-teman. Oleh karena itu, penting bagi orang tua membantu anak-anak remaja menavigasi peluang dan risiko yang dihadapi di dunia maya.

Oleh karena itu, menurut penulis, sebaiknya pemerintah pusat dan pemerintah daerah misalnya melalui Kepolisian dan Satpol PP menggelar aksi setiap hari untuk melarang anak-anak sekolah atau anak-anak usia sekolah dan kuliah yang “begadang tiap hari” di warnet untuk menghindari keterpaparan mereka dari pengaruh negatif warnet.