Jakarta, Matasulsel – Pemerintah menyatakan Covid-19 sebagai jenis penyakit dan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Opsi pembatasan sosial berskala besar ditempuh untuk menanggulangi pandemi ini.

Kebijakan tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Keputusan Presiden tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Dasar hukumnya adalah Undang-Undang No.6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Guna mendukung langkah tersebut, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

Paket kebijakan darurat Covid-19 merupakan kebijakan yang terdiri dari insentif, stimulus, relaksasi, dan bantuan sosial untuk semua sektor ekonomi dan lapisan masyarakat yang terdampak.

Keberadaan paket ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sehingga secara sukarela mematuhi ketentuan yang diatur dalam kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Di sisi lain, dampak ekonomi yang timbul dari PSBB juga dapat diminimalisir. Dari sisi belanja, pemerintah mengupayakan ketersediaan anggaran secepat mungkin, baik untuk tambahan senilai Rp405,1 triliun maupun dari hasil realokasi.

Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No.1/2020, pemerintah dimungkinkan untuk mengalokasikan anggaran yang belum tersedia atau tidak cukup tersedia dalam rangka menangani Covid-19.

Anggaran pada APBN 2020 senilai Rp405,1 triliun bakal digelontorkan untuk meredam dampak Covid-19. Anggaran tersebut akan diprioritaskan pada sejumlah bidang a.l. kesehatan, perlindungan sosial, dan stimulus ekonomi untuk UMKM. Perppu tersebut menjadi fondasi bagi pemerintah, otoritas perbankan, dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam meredam dampak pandemi. Penambahan stimulus tersebut menimbulkan konsekuensi melebarnya defi sit APBN dari di bawah 3% menjadi 5,07%.

Pemerintah disarankan berbagai masyarakat untuk juga membuat kebijakan terkait dengan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) karena tren penurunan harga minyak global dapat dimanfaatkan untuk membantu masyarakat.

Adapun hal yang perlu dilakukan pemerintah adalah mencari pembiayaan dari dalam negeri untuk menutupi defisit APBN. Hal itu penting agar pemerintah tidak mendapat efek redenominasi nilai tukar rupiah. Salah satu solusi yang efektif ialah dengan meminta Bank Indonesia menyerap obligasi pemerintah atau Surat Utang Negara (SUN).

Penambahan alokasi PKH dan Kartu Sembako sebagai social safety net di tengah wabah COVID-19 masih belum cukup. Seperti diketahui, jumlah penerima manfaat dari kedua bantuan sosial tersebut bertambah 5,6 juta orang dibandingkan sebelum mewabahnya COVID-19.