Sinjai, Matasulsel – Kerap kali, kesimpulan terhadap sesuatu itu terlihat premature. Penyebabnya karena keterbatasan ruang hingga indikator-indikator yang belum sempurna terlihat, lalu kesimpulannya ditarik.

Begitu pula dalam menilai karakter seseorang. Kuantitas pertemuan, menjadi penyebab utama kenapa kesimpulan itu tidak sempurna untuk mengganti kata salah.

Adalah Hilal Yusuf, Sekretaris Partai Hanura Kabupaten Sinjai mengaku punya kesan tersendiri terhadap sosok Mizar Roem, pasangan calon Wakil Bupati nomor urut tiga pada Pilkada Sinjai 2018. Berikut penuturan lengkapnya.

“Berawal dari perkenalan biasa, atas kewajiban yang diamanahkan Andi Fajar Yanwar selaku ketua Hanura Sinjai dalam mendampingi salah satu kandidat pada sebuah kampanye dialogis. Di situlah pertemuan pertama saya dimulai.

Kesan biasa berubah perlahan. Sosok Mizar ternyata didamba. Yang tak terlupakan di saat Mizar menjabat seluruh peserta sosialisasi. Ingatan saya tertuju pada sosok Pak H. Moh. Roem sang ayah, Mantan Bupati Sinjai yang banyak menyimpan kesan mendalam buat masyarakat Sinjai. Persis, begitu saya menyebutnya.

Dengan gaya dan intonasi sederhana, ia ucapkan kalimat secara tulus.” Kami mau memenangkan pilkada tapi sebelumnya kami harus menangkan dulu hati masyarakat,” ucapnya meyakinkan.

Mizar lanjutkan, “Karena perjuangan dalam merubah Sinjai ini tidak sekedar memenagkan pilkada setelah itu selesai perjuangan, namun kita berharap bahwa perjuangan itu harus bersama masyarakat dalam merubah Sinjai menjadi Lebih Baik.
Karena itulah, kita harus menangkan hati masyarakat dulu untuk bersama2 berjuang 5 tahun kedepan.”

Tak lupa mantan ketua KNPI Sulsel memberikan pandangan hidupnya. ”
Sekali anda mengerjakan sesuatu, jangan takut gagal dan jangan tinggalkan itu. Orang-orang yang bekerja dengan ketulusan hati adalah mereka yang bahagia. Kegagalan dalam hidup itu adalah hal yang biasa. Yang luar biasa itu adalah bagaimana kamu belajar dari kegagalan itu untuk berhasil. Berbahagialah ketika gagal karena disana Allah memberikan pelajaran Ketulusan.”

Begitulah Mizar bersosialisasi. Kalimatnya tak melulu ajakan untuk memilihnya. Diselipkannya pesan moral. Darinya saya belajar, bahwa bahwa kemenangan hakiki itu ada di hati. Jabatan itu hanyalah instrumen pengabdian. Apa guna menjabat jika tak bahagia dan membahagiakan. Pula, bekerja bukan hanya untuk nikmat dan pujian, tetapi untuk kebahagian. Rendah hati dan ketulusan, itu tanda kebahagiaan….

Sering, di beberapa diskusi dalam Dalam perjalanan, saya dan kawan lain tertegung mendengar kemampuan beliau memahami makna kehidupan, meski kami sadar usia Mizar Roem baru beranjak ke usia 38. Usia yang terbilang muda tapi kedewasaannya melewati banyak seusianya. “Beliau memang pantas menjadi pemimpin,” ucap saya dalam hati. (*)