MAKASSAR, MATA SULSEL – Profesionalitas dan kualitas wartawan diukur dari berita yang dihasilkannya. Cirinya adalah faktanya lengkap Demikian ujar Zulkarnain Hamson, S.Sos. M.Si. Direktur Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Nasional, saat tampil di sesi ke-2 “Dialog Media” yang diselenggarakan di Cafe Baca Adhiyaksa Makassar, Sabtu 13 Agustus 2022.

“Apa yang dicontohkan Jawa Pos, yang mempersyaratkan berita harus memiliki empat sumber, dapat menjadi indikator keseriusan manajemen media menjaga proses produksi berita,” papar Zulkarnain, yang juga dosen pada Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar.

“Bisa dibayangkan masih ada yang mengaku sudah profesional tetapi menulis berita hanya mengutip satu sumber,” paparnya. Belum lagi minim data, sebagai contoh sebuah berita yang hanya menyebut dan mengutip satu orang. Kerap berita yang hanya satu orang bicara berita sudah selesai dan tayang, terindikasi wartawannya kurang wawasan, atau kurang mampu mengembangkan sumber berita.

Dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang: Pers disebutkan bahwa wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan jurnalistik yang dimaksud ialah mencari, memperoleh, mengolah, serta menyampaikan informasi atau berita kepada publik. Jika seorang wartawan sudah bekerja sesuai ketentuan pada pasal 1 di atas dan menjaga etika, menurutnya uji kompetensi hanya menjadi ‘penegas’ bahwa seorang wartawan profesional.

Penulis buku, “Pers Dalam Lintasan Peradaban,” dan “Etika Jurnalistik: Pengalaman Dari Lapangan” itu juga menyebutkan dalam tugas-tugas jurnalistiknya, wartawan diwajibkan mengedepankan empat fakta, yaitu fakta empirik, fakta publik, fakta psikologis serta fakta opini, yang bukunya berjudul: “Membedah Fakta Berita” direncanakan terbit Desember 2022.

Setelah pekan sebelumnya tampil sebagai pemantik diskusi yang menyoal kompetensi jurnalis, dengan pembanding Fredrich Kuen, M.Si. Direktur Eksekutif Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), yang selama ini dikenal sebagai asesor uji kompetensi wartawan. Fredrich, juga menjabat Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Jurnalis Milenial Bersatu Indonesia (JMBI), maka bergantian Zulkarnain, yang menjadi pembading bagi Fredrich.

Untuk menjadi bukti kompetensi wartawan disertifikasi dan untuk itu Dewan Pers dan lembaga konstituen serta Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), memiliki kewenangan penuh menjalankannya. “Saya adalah bagian dari Dewan Pers dan BNSP yang bisa melakukan sertifikasi,” ujarnya, dihadapan sejumlah wartawan yang hadir dari berbagai media dan organisasi.

Bahkan dosen Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (PTN/S) di Kota Makassar, juga ikut hadir dalam diskusi. Diantaranya Dr. Sulwan Dase Dosen dari Politeknik Negeri Ujungpandang, Dr. Yahya Mustafa, dosen Unismuh Makassar, yang juga mantan wartawan Pedoman Rakyat. Dalam komentar diskusinya Dr. Yahya, memberikan banyak pandangan berkaitan dengan pentingnya pengetatan pada keluarnya sertifikat kompetensi, karena kualitas berita tidak kunjung membaik, terlebih di era media online yang hanya mengejar kecepatan penyampaian informasi.

Sedangkan Sulwan Dase, meminta agar media dan organisasi menekankan pada kompetensi dan spesifikasi jurnalis yang betul-betul memiliki pengetahuan mendalam pada ilmu tertentu yang menjadi domain liputannya di redaksi. Kedua dosen itu menyebutkan perlunya wartawan cerdas dan sekolah agar lebih memiliki kemampuan nalar, logika dan kompetensi akademik yang baik.

Zulkarnain dan Fredrich berkesimpulan sama, wartawan kompeten itu wajib. Hanya saja menurut Zulkarnain, sebaiknya untuk predikat sertifikasi wartawan muda, mekanisme penilaian diserahkan kepada media atau perusahaan pers yang mempekerjakan wartawannya. Tentu ditunjang oleh uji berkala internal dan pertanggungjawaban karya (berita) selama kurun waktu tertentu.

Fredrich, memberikan jaminan bagi wartawan yang berniat ikut sertifikasi akan dibantu pembimbingan. Karena mengikuti uji kompetensi tanpa pemahaman yang baik, hanya akan mengecewakan karena bisa tidak lulus. Acara yang dipandu Humas JOIN Sulsel, Arwan D. Awing, dan dengan tim kerja Sudarman Djoni, Sekretaris JOIN Sulsel, dan wartawan senior Rusdy Embas, dijadwalkan bakal menghadirkan banyak wartawan dan akademisi juga pengamat media untuk menjadi pemantik diskusi. Diantaranya Dr. HL. Arumahi, mantan wartawan yang kini Ketua Bawaslu Sulsel, dan Mulawarman, wartawan senior nasional. (Arifuddin Lau)