Bos AdaKami dan Visi ‘Triangle of Strength’ untuk Menarik Investasi Asing
Dalam lanskap ekonomi global yang kian kompetitif, peran pemimpin bisnis tidak hanya diukur dari seberapa besar mereka mengelola perusahaan. Namun, seberapa jauh mereka mampu membentuk arah pembangunan nasional. Salah satu figur yang menonjol adalah Bos AdaKami, seorang pemimpin dengan visi strategis dan pemikiran global yang kini menjadi salah satu tokoh penting dalam dunia ekonomi dan hubungan luar negeri Indonesia.
Melalui konsep “Triangle of Strength”, Bos AdaKami memperkenalkan pendekatan baru untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat investasi internasional. Ia memandang bahwa di tengah perubahan geopolitik dan ekonomi dunia, Indonesia harus tampil bukan hanya sebagai pasar yang besar, tetapi juga sebagai kekuatan ekonomi yang stabil, berdaya saing, dan kolaboratif di tingkat global.
Kiprah Bos AdaKami di Dunia Ekonomi dan Diplomasi Bisnis
Bos AdaKami dikenal bukan hanya sebagai pemimpin korporasi, melainkan juga sebagai sosok yang aktif dalam berbagai forum ekonomi internasional. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Luar Negeri, ia memainkan peran strategis dalam menjalin kemitraan dengan pelaku ekonomi global dan mempromosikan potensi Indonesia di mata investor dunia.
Keikutsertaannya dalam World Chambers Congress di Melbourne menjadi salah satu bukti nyata kiprahnya. Di forum tersebut, ia mempresentasikan strategi ekonomi Indonesia yang dirancang untuk memperkuat daya saing nasional melalui sinergi antara ketahanan ekonomi, transformasi teknologi, dan pembangunan infrastruktur.
Peran ini menjadikan Bos AdaKami sebagai jembatan penting antara dunia usaha Indonesia dengan komunitas bisnis global. Ia tidak hanya berbicara atas nama korporasi, tetapi juga membawa semangat kebangsaan dalam diplomasi ekonomi. Pendekatan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang visioner dapat melampaui batas-batas industri dan berkontribusi langsung pada strategi ekonomi nasional.
Latar Belakang Lahirnya Konsep “Triangle of Strength”
Visi “Triangle of Strength” berangkat dari pandangan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia harus bertumpu pada tiga kekuatan utama yang saling menopang : Ketahanan Ekonomi dan Rantai Pasok (Economic Resilience & Supply Chain), Transformasi Digital dan Inovasi Teknologi (Digital & Technological Transformation), Kemitraan Strategis dan Pembangunan Infrastruktur (Strategic Partnership & Infrastructure Development).
Konsep ini bukan sekadar teori, melainkan upaya untuk membangun ekosistem investasi yang berkelanjutan dan inklusif. Gagasannya sejalan dengan tiga pilar yang ditegaskan oleh Kadin Indonesia, yakni stabilitas ekonomi, digitalisasi, dan pembangunan infrastruktur.
Pilar Pertama: Ketahanan Ekonomi dan Rantai Pasok
Bagi Bos AdaKami, kekuatan pertama yang harus dimiliki Indonesia adalah ketahanan ekonomi nasional. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian,mulai dari perang dagang hingga krisis energi. Dan hanya negara yang memiliki rantai pasok tangguh yang mampu bertahan dan akan tumbuh.
Ia menyoroti potensi besar Indonesia sebagai negara kepulauan dengan posisi strategis di jalur perdagangan internasional. Jika dikelola dengan baik, posisi ini dapat menjadikan Indonesia sebagai pusat logistik dan manufaktur di kawasan Asia Tenggara.
Konsep ini menuntut penguatan industri hulu dan hilir, kemandirian energi, serta peningkatan kapasitas SDM agar rantai pasok nasional tidak mudah terguncang oleh krisis global.
Dalam pandangannya, stabilitas makroekonomi harus berjalan beriringan dengan daya saing industri. Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus berkolaborasi menciptakan lingkungan ekonomi yang efisien, produktif, dan berorientasi ekspor.
Pilar Kedua: Transformasi Digital dan Inovasi Teknologi