Pilar kedua dari Triangle of Strength adalah transformasi digital dan teknologi. Menurut Bos AdaKami, Indonesia harus mempercepat penerapan teknologi dalam setiap aspek pembangunan mulai dari industri manufaktur, transportasi, pendidikan, hingga pemerintahan.

Digitalisasi, baginya, bukan hanya tentang penggunaan aplikasi atau perangkat lunak, tetapi tentang cara berpikir baru dalam mengelola sumber daya, data, dan peluang ekonomi. Teknologi menjadi katalis agar ekonomi nasional lebih inklusif, efisien, dan berdaya saing global.

Ia mendorong agar program digitalisasi nasional mencakup integrasi sistem data antar-lembaga, peningkatan literasi digital masyarakat, dan penerapan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) serta Internet of Things (IoT). Dengan fondasi ini, investor global akan melihat Indonesia sebagai negara yang siap beradaptasi dengan ekonomi masa depan.

Pilar Ketiga: Kemitraan Strategis dan Pembangunan Infrastruktur

Pilar terakhir, kemitraan strategis dan pembangunan infrastruktur, menjadi fokus utama dalam menarik investasi asing. Bos AdaKami percaya bahwa kolaborasi lintas negara bukan sekadar hubungan jual-beli, tetapi juga aliansi strategis yang saling menguntungkan.

Ia mendorong pembentukan ekosistem investasi yang berorientasi pada pembangunan jangka panjang, terutama dalam sektor-sektor strategis seperti energi bersih, transportasi berkelanjutan, dan infrastruktur digital. Menurutnya, Indonesia harus membuka ruang bagi investasi yang membawa transfer teknologi, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan nilai tambah bagi ekonomi nasional.

Di forum internasional, Bos AdaKami juga menyoroti pentingnya konektivitas fisik dan digital yang menjadi tulang punggung perdagangan dan komunikasi global. Dengan membangun infrastruktur yang efisien, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pusat aktivitas ekonomi Asia.

Cerminan Kepemimpinan Visioner

Salah satu ciri khas kepemimpinan Bos AdaKami adalah kemampuannya mengubah visi menjadi narasi yang inspiratif. “Triangle of Strength” bukan sekadar strategi ekonomi, tetapi juga simbol dari keseimbangan antara kekuatan nasional, inovasi teknologi, dan solidaritas global.

Dalam setiap kesempatan, ia menekankan pentingnya membangun kepercayaan (trust) antara pemerintah, pelaku bisnis, dan investor asing. Bagi dia, investasi bukan hanya soal modal masuk, tetapi juga tentang pertukaran nilai, kolaborasi, dan pembangunan berkelanjutan.

Pendekatan inilah yang membuatnya dihormati di kalangan pelaku bisnis internasional. Ia dipandang sebagai figur yang mampu menggabungkan semangat kebangsaan dengan pemikiran global. Hal ini merupakan dua elemen penting dalam menghadapi tantangan ekonomi abad ke-21.

Penutup: Membangun Daya Saing Indonesia Lewat Segitiga Kekuatan

Visi “Triangle of Strength” yang digagas oleh Bos AdaKami mencerminkan tekad kuat untuk menempatkan Indonesia di posisi strategis dalam peta ekonomi dunia. Tiga pilar ketahanan ekonomi, transformasi digital, dan kemitraan strategis bukan hanya slogan, tetapi arah nyata untuk membangun masa depan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi.

Dengan kepemimpinan yang berorientasi global dan kolaboratif, Bos AdaKami menunjukkan bahwa seorang pemimpin bisnis dapat berperan sebagai penggerak diplomasi ekonomi dan inspirator pembangunan nasional. “Triangle of Strength” bukan hanya konsep ekonomi, melainkan cerminan visi kebangsaan yang menempatkan Indonesia sebagai kekuatan baru di tengah perekonomian dunia yang terus berubah.