Catatan Guru Besar Tentang Darurat Dipteri di Indonesia
Makassar, Matasulsel – Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Sul Sel pada tanggal 9 Desember 2017, bertempat di Ruang sidang Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar (STIKMA) menyelenggarakan diskusi series dengan tema Outbreak Dipteri yang sedang mengalami Kejadian Luara Biasa (KLB) secara nasional.
Diskusi series kali ini dihadiri oleh ketua PAEI Sul-Sel Prof Dr. Ridwan Amiruddin, dengan pemateri Konsultan WHO Sukardi Pangade, SKM., M.Kes. Prof.Dr.Nadjib Bustan, MPH dan ibu Debsi Pattilima, MPH. Peserta diskusi dari berbagai kalangan kampus diantaranya dari pasca sarjana Kes-mas UMI, FETP FKM UNHAS, STIKMA dan UIN Alauddin Makassar serta pengurus PAEI Sul-Sel.
KLB dipteri ini secara nasional menunjukkan peningkatan secara bermakna sejak November 2017 di 95 kabupaten dan 20 propinsi dengan jumlah kasus sekitar 622 orang dengan kematian sebanyak 32 kasus(6%). Termasuk Sul Sel dengan 8 kasus dipteri tahun 2017. Dipteri ini disebabkan oleh Bakteri berbahaya dan menular Corynebacterium Diphteriae.
Upaya terbaik untuk mencegah Dipteri tentu adalah dengan pemberian imunisasi lengkap. Kelengkapan imusasi seorang anak meliputi; bila anak usia 1-7 hari diberikan imunisasi Hep B 0 (HB ). Anak 1 bulan mendapatkan BCG dan OPV, usia 2 bulan DPT, HB, Hib 1 dan OPV 2; usia 3 bulan mendapatkan DPT, HB, Hib 2 dan OPV 3; usia 4 bulan mendapatkan DPT,HB, Hib 3, OPV4 dan IPV, dan pada saat sudah 9 bulan seorang anak sudah mendapatkan imunisasi campak, DPT, HB, Hib serta imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah (BIAS) yaitu kelas 1 SD (Dipteri Tetanus;DT , campak), kelas 2 SD(DT) dan kelas 3 SD(DT).
Konsultan WHO (Sukardi Pangade) menjelaskan bahwa, terjadinya KLB Dipteri ini dapat disebabkan oleh rendahnya cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) pada anak bahkan Indonesia nomor 3 terendah dunia dalam cakupan Imunisasi dasar lengkap.
Sementara Prof. Nadjib Bustan sebagai Ahli Epidemiologi menjelaskan bahwa; Mengapa harus terjadi Outbreak Dipteri dan apakah; Outbreak Response Imunisation (ORI) dapat memberikan solusi terhadap peningkatan imunitas penduduk. Beberapa parameter imunisasi yang perlu menjadi perhatian diantaranya; Coverage imunisasi, cold chain, target, petugas, dan partisipasi masyarakat.
Ketua PAEI Sulsel sekaligus sebagai Presiden dari Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi), Prof. Ridwan Amiruddin, SKM., MKes, MSc.PH memberikan pandangan bahwa, terjadinya ledakan KLB Dipteri ini disebabkan oleh faktor
“Menguatnya gerakan kelompok anti imunisasi dengan dasar keyakinan tertentu, ketidaktahuan masyarakat, rantai vaksin yang under kualitas, akses masyarakat tertentu yang sulit dijangkau dan tidak kalah urgensinya melemahnya prioritas pemerintah dalam sistem surveilans penyakit. Untuk itu perlu secara seksama mereview kembali komitment pemerintah untuk pengendalian penyakit secara cepat dan tepat sasaran,” ungkapnya.
Rencana Tindak Lanjut dari diskusi ini adalah mengembanakan program Sulsel bebas Dipteri dengan terobosan program yang inovatif, yang bisa di adopsi dari wilayah lain misalnya My Village My Home dan bebas KLB Dipteri. Program lainnya; a. Penguatan layanan Dasar Imunisasi (DPT), b. Optimalisasi Surveilans dan Investigasi KLB yang optimal.Secara spesifik beberapa rekomendasi dari diskusi series ini untuk masyarakat adalah; Pemberdayaan perempuan dengan integrasi ASI ekslusif dengan kelengkapan imunisasi. Menemu kenali kasus diphteri secara dini melalui kader posyandu dan mengaktifkan kembali Comunity base surveilans. Untuk Akademisi dengan penguatan riset PD3I dan untuk dinas kesehatan agar; Melakukan Evaluasi program dari eksternal review; mkisalnya dengan Data Quality external oleh PAEI. Meningkatan upaya promosi dan preventive PD3I. Penguatan manajemen Rantai Vaksin. Pengembangan School base surveilans. Dan pengembangan kapasitas dan dana PD3I.
Tujuan dari semua itu adalah tercapainya visi Imunisasi yang tinggi, terjangkau dan merata. (*)