Jakarta, Matasulsel – Pilkada serentak 2020 kabarnya akan diundur pada Desember 2020 akibat Pandemi Covid-19, atau mundur selama 3 bulan dari jadwal yang seharunya dilaksanakan pada September 2020. Menurutnya Ketua KPU Pusat, Arief Budiman, pada video confrence tanggal 29/03/2020, opsi ini dipilih melihat situasi bangsa yang tidak menentu karena dampak dari pandemi Covid-19.

Dalam tahapan pemilihan tersebut, ada empat tahapan yang akan mengalami dampak pengunduran ini. Keempat tahapan itu yakni pelantikan PPS, verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, perekrutan petugas pencocokan penelitian (coklit), dan perekrutan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP).

Meskipun demikian, KPU secara keseluruhan tidak memiliki wewenang penuh terhadap pengunduran pemilihan dan tahapan pemilihan, karena itu merupakan wewenang Pembuat UU dan masih perlu kordinasi dengan Mendagri dalam memutuskan pengunduran Pilkada. Oleh sebab itu, perlu adanya Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar kebijakan pengunduran Pilkada 2020 memiliki payung hukum yang jelas. Dalam situasi seperti ini, Presiden sebagai kepala negara memiliki wewenang mengambil keputusan karena dalam situasi yang genting dan memaksa. Sebagaimana disebutkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138 PUU/VIII/2009 tentang syarat untuk dapat dikeluarkannya Perppu.

Perppu juga berfungsi sebagai pegangan hukum alternatif bagi KPU dalam menjalankan tugas sebagai panitia pemilihan. Selaras dengan itu, Mendagri Tito Karnavian sudah memerintahkan jajarannya untuk segera berkordinasi dengan kementerian terkait, utamanya dengan Sekretariat Negara untuk memulai penyusunan Perppu Pilkada 2020 sebagai perubahan atas UU 10/2016 yang mengatur Pilkada 2020.

Selain itu, pemerintah pusat juga perlu meninjau ulang SK Kepala Daerah yang akan habis di tahun 2020. Opsi yang bisa dilakukan adalah melakukan perpanjangan SK atau menyiapkan Pejabat Pelaksana Tugas sementara untuk menjalankan tugas kepala daerah.

Hal ini dilakukan untuk meminimalisir masalah-masalah yang akan muncul karena tidak adanya kepastian hukum yang melegitimasi status kepala daerah dan bisa jadi membuat birokrasi mengalami kebingungan.

Tidak hanya itu, partai politik pasti akan bergerak untuk menuntut kepala daerah dan pemerintah pusat untuk menindak SK Kepala Daerah karena dianggap bermasalah secara administrasi.
DPR RI dan Mendagri juga perlu memerhatikan kekosongan kepemimpinan kepala daerah yang akan muncul jika memang tidak opsi perpanjangan SK.

Karena ketika tidak ada perpanjangan SK maka akan ada kekosongan kepemimpinan dan akan menghambat kinerja birokrasi. Oleh karena itu dalam tiga bulan ini harus ada kepastian hukum agar kinerja yang bersinggungan langsung dengan pelayanan masyarakat.

Jangan sampai pelayanan masyarakat berhenti karena kepastian hukum yang belum ada soal opsi pergantian kepala daerah atau perpanjangan SK, apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19 yang merongrong banyak lini kehidupan masyarakat.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) punya tiga pilihan tanggal yang bisa digunakan sebagai hari pemungutan suara. Hal ini disampaikan oleh Arief Budinman setelah berkordinasi dengan Komisi II DPR dan Mendagri.