“Masyarakat tidak boleh terpancing dengan isu-isu rasisme termasuk isu yang terjadi di Papua. Pemerintah juga harus lebih serius menjaga kemananan dan hubungan sosial yang damai di Masyarakat,” harapnya.

Sementara itu, Ketua Permabudhi Sulsel, Dr Yonggris membedah, jika persoalan rasisme yang terjadi belakangan ini bisa saja didasari dua motif yaitu rasa iri dan benci.

Rasisme bermotif iri, kata Yonggris, bisa disebabkan karena orang atau komunitas tersebut lebih maju, sehingga muncul keninginan untuk menjatuhkan orang atau kelompok tersebut.

Sementara motif benci, jelas Yonggris, lebih kepada ketidak sukaan, atau tidak mendukung apa yang orang lakukan, sehingga dengan sengaja menebar kebencian dalam bentuk rasis. Hal ini bertujuan menimbulkan perang.

“Saya sangat berharap, kita-kitalah yang memulai budaya damai, jangan sampai ada saudara kita yang mengalami tindakan rasisme. Kita bisa tinggal bersama apabila kita punya budaya damai, dan mari kita bangun bersama-sama” pintanya.

Hal senada, juga diungkapkan Dekan Fisipol Unibos Makassar, Dr Arief Wicaksono. Menurutnya, Dinamika sosial yang terjadi belakangan ini, bisa disikapi dengan melanjutkan pondasi atau dasar-dasar bernegara yang telah terbentuk.

“Tidak seperti konsep sekarang, orang sudah melewetai masa posmodernisasi. Sehingga apa yng orang papua rasakan tidak sama yang dirasakan oleh orang-orang di Sulawesi Selatan, Jawa, dan Sumatera,” ucapnya.

Dialog anak bangsa ini diakhiri dengan deklarasi seruan menolak tidakan dan pernyataan rasisme karena dapat mengganggu hubungan harmonis antar masyarakat yang selama ini sudah terjalin baik.(*)