MAKASSAR – Usai ditekan demonstrasi oleh pihak yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa UIT, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Indonesia Timur (UIT), mengatakan agar semua pihak menahan diri. “Jangan terlalu suka membuat keributan di kampus, resikonya akan sangat buruk bagi citra kampus,” ujar Dr. Nani Harlinda Nurdin, ketika dihubungi awak media, Selasa (27/8/2024).

Sebelumnya, Senin 26 Agustus 2024, Aliansi Mahasiswa Universitas Indonesia Timur (UIT) Gelar aksi Unjuk Rasa (Unras) depan Rektorat UIT, Jalan Rappocini Raya, sekalipun tidak menutup total jalan, namun mahasiswa membakar ban bekas, dan memacetkan jalan selama beberapa jam.

Dari orasi Jenderal Lapangan (Jenlap) diketahui isu tuntutan puluhan mahasiswa UIT itu adalah meminta pihak Yayasan Indonesia Timur (YIT) menonaktifkan Dekan Sospol UIT dari jabatannya. Aksi protes mulai berlangsung sekira pukul 10.20 WITA.

Isi orasi Jenlap, “Tuntutan kami meminta pihak Yayasan Universitas Indonesia Timur Copot Dekan Sospol UIT dari jabatannya,” ujar Alfi Jenlap memakai pengeras suara.

Demonstrasi berlangsung tanpa adanya pengawalan pihak kepolisian, juga terlihat sejumlah mahasiswa juga dosen tetap melakukan aktifitasnya seperti biasa.

Dalam orasi itu menurut Alfi, dirinya menduga Dekan Sospol UIT, terindikasi melakukan korupsi dana pengurusan pertukaran mahasiswa ke Bali.

“Seharusnya dana yang ia kelola sebesar Rp75.000.000 juta dari kementerian pendidikan, bisa memberangkatkan lima orang, Dekan hanya menyertakan dua orang saja, hal itu jelas tidak masuk akal,” paparnya.

Hal menarik lainnya, Dekan Sospol secara terang-terangan telah terlibat dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) perekrutan mahasiswa magang di Jerman. “Maka dari itu kami tegaskan copot Dekan Sospol UIT. Apabila tuntutan kami tidak diindahkan 2X24 Jam, kami akan melakukan aksi terus menerus hingga Dekan dipecat dari kampus ini,” tegas Jenlap.

“Untuk masalah pengiriman mahasiswa magang ke Jerman, sedang dalam pemeriksaan Polda Sulsel,” ujarnya. Sembari menambahkan sebagai pimpinan fakultas, dirinya berkewajiban mengupayakan jalan agar program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) bisa berjalan, salah satunya adalah mahasiswa bisa menikmati perbandingan dengan negara luar.

Dirinya juga mengatakan pada awalnya tidak ada larangan untuk bisa memberikan ruang pembelajaran bagi mahasiswa ke luar negeri, dan sebagai bawahan rektor, ia hanya mengusulkan program, jika rektor tidak setujui maka program batal. “Biarkan pihak kepolisian bekerja, kita hanya menunggu hasilnya, sepanjang pengetahuan saya awalnya program itu disetujui semua pihak,” tegasnya. (*)