Menurut dia, parpol seharusnya melakukan pendidikan politik ke publik. Menyikapi hal itu, Grace menyebut isu anti-korupsi dan anti-intoleransi menjadi agenda perjuangan PSI.  “Dalam sebulan terakhir kami menyatakan tidak mendukung perda yang diskriminatif dan juga berjuang mengangkat martabat perempuan,” ucap Grace.

Menurut Grace, sekarang optimisme warga mulai mengemuka setelah mengikuti perkembangan politik dengan keterlibatan pemuda-pemudi dalam menyikapi isu yang dilontarkan PSI. PSI juga memperjuangkan keadilan bagi perempuan, yang menurutnya masih berkaitan dengan anti diskriminasi.

*Transparansi Dari Hulu ke Hilir*
Grace menjelaskan, partai memiliki peranan penting dalam rekrutmen hingga menyodorkan caleg yang bagus dan memiliki otoritas dalam melakukan pengawasan yang dibuka kepada publik. Tidak berhenti sampai situ, tapi anggota legislatif nantinya harus berani membuat report aktivitas kepada publik melalui media sosial secara live.

Menurutnya, andaikata tidak ada transparansi, sudah dipastikan tak ada juga profesionalisme, yang lalu membuka ruang untuk korup. “Terbukti, tahun ini undang-undang yang jelas hanya lima dari yang masuk prolegnas 50 RUU. Setiap hari pada ngapain aja anggota DPR?” ucapnya.

Grace mengungkapkan, jika Indonesia ingin berubah, tentunya harus ada transparansi mulai dari rekruitmen sampai menjabat sebagai anggota legislatif.

“Ini harus jelas setiap hari apa yang dilakukan dari setiap wakil rakyat. Tidak hanya sekadar kamera ataupun CCTV pada saat sidang rapat komisi. Namun, ada report perhari yang membuktikan bahwa turut hadir dan mengerti terkait hal yang dibicarakan pada saat sidang,” pungkasnya.

Jeirry Sumampouw, Koordinator Komite Pemilih Indonesia, menyampaikan bahwa narasi-narasi positif dan optimis sangat dibutuhkan dalam kontestasi 2019, ini untuk menjamin bahwa tahun 2019 bukan tahun pemilu terakhir. “Politisi-politisi muda ini mencoba memberikan ide-ide segar di tengah kondisi politik yang cenderung membosankan ini”, pungkasnya.(rls)