Dinsos Makassar Bantah Kenaikan Harga Telur gegara Bansos
MAKASSAR – Dinas Sosial (Dinsos) Kota Makassar membantah kenaikan harga telur di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) dipicu karena penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh Kementerian Sosial (Kemensos).
BACA JUGA :Akselerasi Program Bagi Warga Miskin, Dinsos Benahi Data Hingga Benahi SLRT
“Bansos inikan rutin bukan baru sekarang. Berarti saya pikir bukan ji karena Bansos. Karenakan baru sekarang naiknya harga telur,” tandas, Kamis (25/8/2022).
Aulia melanjutkan, program penyaluran bansos ini menyasar warga kurang mampu senilai Rp 300.000. Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kemensos itu bisa diterima lewat BRILink atau pun e-Warung.
“Karena warga kan juga itukan BPNT Rp 300 ribu ji per bulan. Nah itu tidak ada perubahan. Tidak ada kenaikan bansos,” ungkapnya.
Dana bansos tersebut diarahkan untuk pembelian sembako. Meski ditegaskan tidak harus untuk pembelian telur saja.
“Tergantung warga mau beli telur kah mau beli tempe kah mau beli tahu. Jadi warga tidak dipaksa beli telur. Yang pasti dibelanjakan adalah sembako,” terang Aulia.
Dirinya membeberkan tercatat jumlah penerima bansos Kota Makassar pada triwulan pertama sebanyak 40.289 kepala keluarga (KK).
“Data penerima terakhir yang kita Terima ini untuk triwulan pertama. Itu 40.289. Itu triwulan pertama ya. Tidak bisa kita pastikan untuk sekarang,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Pedagang di Kota Makassar menuding naiknya harga telur dipicu program bansos dari Kemensos.
Berdasarkan pantauan di Pasar Maricaya Makassar, harga telur melonjak drastis di harga rata-rata kisaran tertinggi Rp 60.000/rak hingga Rp 70.000/rak. Padahal sebelumnya harga telur dipatok sekitar Rp 48.000/rak hingga Rp 65.000/rak.
“Itu yang kasih naik karena permintaan banyak. Karena bansos keluar toh. Itu yang bansos itu belum pi bertelur ayam, keluar uangnya. Menjerit pedagang,” tutur pedagang telur di Pasar, Rabu (24/8).
Pedagang lainnya, Ani juga mengeluh kenaikan harga telur ini yang sudah terjadi sejak sebulan lalu. Pasalnya lonjakan harga ini berdampak pada menurunnya tingkat pembeli.
“Hampir satu bulan setelah naik. Pengaruhnya bantuan sosial. (Dampaknya) Menurun sekali (pembeli). Biasanya laku lebih 100 rak (dalam sehari), sekarang tidak sampai,” keluh Ani.