Jakarta, Matasulsel – Patut diapresiasi langkah DPR RI yang terus melanjutkan persidangan ditengah pandemi Covid-19 dengan tetap mengedepankan keselamatan bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan WHO. DPR RI dan DPD RI tampaknya menyadari benar bahwa covid-19 jangan membuat adanya kekosongan hukum di Indonesia dan pemerintahan berjalan tanpa kontrol dari legislatif dan kalangan senator, karena prinsip check and balances perlu terus dikedepankan.

Langkah DPR RI terus menyelenggarakan sidang ditengah covid-19 walaupun mendapatkan cibiran dan kritikan dari berbagai kalangan, karena para wakil rakyat tersebut menyadari benar beban tugas dan amanah yang diembannya sangat berat, karena banyaknya proses legislasi atau pembahasan sejumlah RUU krusial baik RUU yang bersifat carry over karena gagal diselesaikan dalam masa khidmat DPR RI sebelumnya, dan RUU yang benar-benar baru diajukan.

Setidaknya ada dua RUU yang patut mendapatkan prioritas pembahasan di DPR RI yaitu revisi UU Otsus Papua dan RUU Ciptaker. Revisi UU Otsus Papua patut mendapatkan perhatian karena pelaksanaan Otsus Papua akan berakhir pada tahun 2021, sehingga jika tidak ada payung hukum yang kuat, maka keberlanjutan Otsus menjadi tidak jelas, padahal disisi yang lain banyak kabupaten di Papua yang APBDnya tergantung dari dana Otsus (kalau tidak salah sedikitnya ada 10 kabupeten), selain ini masih adanya TPN/OPM di Papua juga berpotensi menimbulkan keributan, kerusuhan dan disintegrasi jika Otsus tidak dilanjutkan, walaupun ada kabar terakhir bahwa TPN/OPM mengajukan gencatan senjata kepada TNI/Polri selama wabah pandemi Corona, sepertinya TPN/OPM ketakutan terkena virus Covid-19 yang juga sudah masuk ke Papua dan Papua Barat.

Menurut penulis, setidaknya ada beberapa pertanyaan strategis terkait revisi UU Otsus Papua yang patut diperhatikan DPR RI dan DPD RI, bahkan perlu mendapatkan jawabannya apakah melalui wawancara dengan media massa agar publik mengetahui jawabannya atau melalui cara lainnya.

Namun, sayangnya wacana ini belum mendominasi wacana publik saat ini, yang salah satunya dipicu kurangnya anggota DPR RI dan DPD RI yang meresponsnya.

Beberapa pertanyaan strategis yang terkait dengan revisi UU Otsus Papua yaitu pertama, diakui atau tidak sampai saat ini, belum lancar terjalin koordinasi dan kolaborasi yang baik antar Kementerian/Lembaga terkait penyelesaian revisi UU Otsus Papua.

Kedua, rumors yang berkembang bahwa Kemendagri juga “kerepotan” dalam menyiapkan naskah akademik dan draft RUU Otsus Papua karena minimnya masukan/saran dari K/L terkait termasuk dari pihak Papua dan Papua Barat.

Ketiga, Panitia Antar Kementerian (PA) juga sudah dibentuk ntuk membahas revisi UU Otsus Papua, namun dalam rapat-rapat dan FGD yang dilakukan PAK kurang efisien karena kurang dihadiri pejabat pengambil keputusan.

Keempat, sejauh ini, juga belum ada perintah atau political will dari kepemimpinan nasional terkait guidence yang harus dijalankan dan dipatuhi selama revisi UU Otsus Papua. Kelima, menyoal “keberlanjutan” Otsus Papua apakah masih dilaksanakan jika pembahasan revisinya gagal dilaksanakan karena berbagai sebab, serta apakah perlu dikeluarkan Perppu sebagai penggantinya.

Sementara itu, terkait Omnibus Law memang sudah menjadi wacana publik dibandingkan revisi UU Otsus Papua, namun sayangnya juga banyak anggota DPR RI yang enggan menjawab pertanyaan wartawan terkait Omnibus Law dengan beragam cara mulai karena merebaknya Covid-19 sampai dengan alasan karena draft RUU Ciptaker tersebut masih dibahas di Baleg DPR RI.

Padahal ada sejumlah pertanyaan strategis terkait Ciptaker ini antara lain mengapa produk hukum ini mendapatkan resistensi yang meluas dari kalangan civil society, buruh dan mahasiswa; apakah ada rencana DPR RI mengundang civil society, buruh dan BEM saat membahas RUU ini; Publik juga mengingatkan jika Wapres Ri dalam berbagai kesempatan juga memerintahkan agar pembahasan RUU Ciptaker ini dilakukan secara terbuka untuk memperbesar partisipasi publik, apakah hal ini akan dilaksanakan atau tidak dan sejumlah pertanyaan strategis lainnya.

Tidak ada cara lain, maka setiap anggota DPR RI dan DPD RI minimal fokus kepada kedua RUU ini karena berdampak strategis tidak hanya ekonomis politis namun sampai ke arah keamanan, sebab jika gagal dibahas akan menimbulkan instabilitas keamanan di mana-mana, dan kelompok oposan pemerintah pasti akan tertawa terbahak-bahak.(*)