MAKASSAR – Farid Mamma, SH., MH, mengekspresikan kemarahannya terhadap pelaku pemerkosaan dan pembunuhan brutal, terutama jika pelaku masih di bawah umur. “Usia pelaku seharusnya tidak menjadi alasan untuk menghindari hukuman berat. Jika mereka terbukti bersalah, mereka harus dihukum sesuai dengan tingkat keparahan perbuatan mereka, tanpa memperhitungkan usia,” tegas Farid Mamma.

Farid Mamma juga menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum untuk pelaku di bawah umur. “Jika satu pelaku dari sebuah kejahatan sudah ditahan, maka semua pelaku yang terlibat dalam kejahatan yang sama juga harus ditahan. Pengecualian untuk pelaku di bawah umur harus dipertanyakan, terutama jika mereka terlibat dalam jaringan kejahatan yang sama,” ujarnya kepada matasulsel.com, Kamis (12/9/2024).

Ia bahkan mengusulkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak perlu dievaluasi atau dicabut karena sering digunakan untuk melindungi pelaku kejahatan yang sangat tidak manusiawi.
Mamma berpendapat bahwa pelaku kejahatan berat seperti pemerkosaan dan pembunuhan seharusnya dikenakan pasal berlapis, sesuai dengan kompleksitas tindakan yang dilakukan. “Penyidik perlu menerapkan Pasal 340 atau Pasal 338 jo Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup, serta Pasal 170 ayat (1) dan (2) KUHP. Tindakan ini melibatkan pemerkosaan yang diiringi dengan pembunuhan berencana, yang jelas melampaui batas kemanusiaan,” jelasnya.

Farid Mamma juga menyoroti bahwa pemerkosaan merupakan pelanggaran HAM berat dan kekerasan berbasis gender. “Selama pandemi, kasus pemerkosaan di Indonesia mengalami lonjakan signifikan, dengan 6.872 kasus pada tahun 2020, meningkat 31,32% dari tahun sebelumnya. Meskipun sedikit menurun menjadi 5.905 kasus pada tahun 2021, pemerkosaan tetap menjadi isu serius,” tambahnya. Sumatera Utara mencatat angka tertinggi pada tahun 2021 dengan 904 kasus.

Selain itu, Farid Mamma menggarisbawahi dampak psikologis yang mendalam pada korban pemerkosaan, termasuk stigma sosial dan masalah tambahan seperti kehamilan akibat pemerkosaan. “Dampak psikologis ini sangat berat bagi korban, dan stigma sosial sering kali membuat mereka enggan melapor. Masalah tambahan seperti kehamilan akibat pemerkosaan semakin memperburuk beban psikologis dan sosial mereka,” katanya.

Diketahui sebelumnya, perhatian publik tertuju pada peristiwa pemerkosaan dan pembunuhan terhadap siswi SMP berinisial AA (13) di Palembang. Jasad AA ditemukan di Kuburan China, dan empat pelaku, semua di bawah umur, telah ditangkap.

Kapolrestabes Palembang Kombes Harryo Sugihhartono menjelaskan, “Keputusan untuk menahan IS, yang berusia 16 tahun, dan memberikan rehabilitasi kepada ketiga pelaku lainnya didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. Pelaku di bawah usia 14 tahun tidak dapat dikenakan hukuman penjara dan lebih difokuskan pada rehabilitasi.”

Kombes Harryo menambahkan bahwa rehabilitasi diberikan atas permintaan keluarga pelaku untuk alasan keamanan. “Kami berusaha mencegah situasi yang tidak diinginkan dengan memperhatikan perlindungan anak, meskipun mereka adalah tersangka,” jelasnya.

Keempat tersangka diancam dengan pasal-pasal terkait perlindungan anak dan pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara atau denda maksimal Rp3 miliar. (Arya)