Gotong Royong di Makassar, Ewako !

Abil
27 Jul 2020 11:43
NEWS 0 15
4 menit membaca

MATASULSEL, MAKASSAR – Telepon berdering di akhir pekan. Nama Doni Monardo muncul.

Singkat kalimat, “Kirim Al Ghozi ke Makassar, bergabung dengan Dr Andani.”

Begitulah instruksi pun langsung tertunaikan. Tengah malam Ahmad Al Ghozi Ramadhan yang sedang menikmati Mie Atjeh di kawasan Cikini bergegas menemukan tiket untuk terbang ke Makassar. Dan paginya, pukul 06.25 (26/7/2020) dia sudah sampai di Lanud Hasanuddin.

Di sana, sudah ada Dr Andani Eka Putra. Dia adalah Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat (Sumbar).

Dr Andani bersama timnya telah menorehkan prestasi fantastis. Dengan peralatan dan fasilitas yang sederhana, dalam sehari mampu memeriksa hingga 2.600 spesimen.

Laboratorium yang dipimpin Andani beroperasi mulai 20 Maret 2020 setelah mendapat ijin dari Kementerian Kesehatan. Sampai sekarang seluruh petugasnya hanya libur sehari saat Lebaran Idul Fitri.

Mereka yang berjumlah sebanyak 60 orang bekerja secara bergantian selama 24 jam. Targetnya setiap hari memeriksa ribuan spesimen. Berkat militansi yang fantastis itu pula, Kepala Satgas Covid-19, Letjen TNI Doni Monardo menggandengnya.

Militansi Dr Andani dipastikan akan sangat bermanfaat untuk kerja besar menanggulangi pandemi Covid-19. Tak pelak, pekan lalu, Andani dibawa ke Surabaya. Di sana, ia berkontribusi atas kapasitas yang dimilikinya. Dari Surabaya, ia diminta Doni membantu Makassar, yang juga punya problem serius mengatasi penyebaran Covid-19.

Sedangkan Al Ghozi?

Dia adalah anak muda, jagoan IT. Dahlan Iskan menjulukinya “anak milenial nakal”. Kemampuannya teruji dan terbukti lewat karya aplikasi data yang diberinya nama fightcovid19.id.

Dalam sebuah catatannya yang viral, Dahlan Iskan menarasikan latar belakang Al Ghozi. Ayah Alghozi sendiri orang Bangka. Menetap di Bangka. Dulunya buka toko. Gagal. Sekarang kerja serabutan. Diantaranya supir. Sedang sang ibu menjadi pencuci pakaian.

Al Ghozi hanya SD di Bangka. “Saya dianggap nakal. Tamat SD dikirim ke Tasikmalaya. Diikutkan bibi,” ujar Al Ghozi.

Ia kembali ke Bangka untuk sekolah SMA –di SMAN 3 Pangkal Pinang.

Setamat SMA Al Ghozi ke Bandung. Masuk Politeknik Padjadjaran. Jurusan Perhotelan. Di situ hanya setahun. Merasa hatinya tidak cocok.

Passion-nya ternyata di dunia digital. Ia masuk D-3 STT Telkom (Telkom University) juga di Bandung. Ia pilih Jurusan Informatika.

“Saya kuliah sambil cari uang,” ujar Al Ghozi. Ia tidak sampai hati meminta kiriman uang dari ayahnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tag Populer

Belum ada konten yang bisa ditampilkan.