Hari Buku Sedunia: Siapa yang Peduli?
Oleh: Susi Susanti, Kader Himpunan mahasiswa Islam Cabang Takalar
Mengulang lagi, 23 April diperingati sebagai Hari Buku Sedunia. Mungkin lebih tepatnya kita akan menemukan pertanyaan seberapa peduli pemuda dengan peringatan ini dan seperti apa sikap pemuda menanggapi momentum ini.
Segelintir orang mungkin saja menjadikan momentum ini sebagai ajang refleksi kepada siapapun yang berkecimpung diranah Pendidikan Perguruan Tinggi.
Mahasiswa dan pemuda ibarat dua mata koin yang tidak terpisahkan. Sejatinya, Mahasiswa dalam sejarahnya adalah motor perubahan. Bukan hal yang berlebihan rasanya jika kita coba menerawang sejauh apa upaya mahasiswa hari ini menanggapi momentum seperti Hari Buku Sedunia.
Kita perlu sepakat bahwa satu satunya cara memperbaiki nalar seseorang ialah memiliki banyak referensi bacaan. Apalagi hari ini, tidak ada lagi yang sulit kita temukan. Bacaan tersedia di segala sudut pijakan bumi, baik lewat media elektronik, media cetak, perpustakaan daerah, perpustakaan kampus dan tempat-tempat strategis lainnya yang bisa dijadikan wadah untuk komsumsi bacaan.
Jika kita coba mengintip realitas, yakin dan percaya kita akan menemukan kejadian yang tak jarang ada mahasiswa tidak memiliki buku sama sekali di tasnya ketika hendak masuk kuliah. Kalaupun ada, mungkin paksaan dari dosen pengampuh mata kuliah yang mewajibkan mahasiswa untuk memiliki satu atau dua buku pada mata kuliah yang dibawakan, adapula mahasiswa yang mengunjungi perpustakaan sekali seminggu. Kalaupun mengunjungi, itu karena ada tugas mendesak dari dosen pada suatu mata kuliah.
Fenomena paling familiar ditemukan ialah ada yang mampu berjam-jam betah memandangi layer handphone, sambil bermain game console.