Hari Kedua Festival Literasi Jeneponto 2025, Perbincangkan Tokoh Sastrawan Dunia Asal Jeneponto “Arena Wati”
JENEPONTO, MATASULSEL — Hari kedua Festival Literasi Jeneponto 2025 berlangsung meriah dan penuh makna di Taman HV Worang, Kamis (13/11/2025).
Setelah sehari sebelumnya dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Jeneponto, Islam Iskandar, kegiatan yang digagas oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Jeneponto ini menampilkan beragam agenda literasi yang menghidupkan semangat membaca, menulisdan berkarya.
Rangkaian kegiatan hari kedua meliputi Gelar Wicara Literasi “Arena Wati ”, Lomba Resensi Buku tingkat SMA dan SMP, Tari Kreasi Literasi, Musikalisasi Puisi, serta Pameran 12 Taman Baca Masyarakat (TBM) dari berbagai kecamatan di Jeneponto.
Masing-masing TBM menampilkan koleksi buku bacaan unggulan dan karya kerajinan tangan khas daerahnya, memperlihatkan geliat literasi yang semakin tumbuh di seluruh pelosok Bumi Turatea.
Yang menjadi sorotan utama hari ini adalah Gelar Wicara Literasi bertajuk “Arena Wati” yang diangkat untuk mengenang dan menginspirasi dari sosok Arena Wati , sastrawan besar dunia asal Jeneponto yang kiprahnya diakui hingga mancanegara.
Arena Wati yang memiliki nama asli Muhammad Dahlan Abdul Bian, lahir di Kalumpang, Kabupaten Jeneponto, pada 30 Juli 1925. Ia dikenal sebagai seorang pelaut ulung yang bertransformasi menjadi jurnalis dan sastrawan besar, menghasilkan ribuan karya sastra bernilai tinggi, hingga diangkat sebagai sastrawan terhormat kelima di Malaysia, sebuah penghargaan prestisius yang menempatkannya sejajar dengan tokoh-tokoh besar sastra Melayu modern.
ArenaWati berpulang pada 25 Januari 2019 di usia 83 tahun, meninggalkan jejak panjang karya dan pemikiran yang tetap hidup hingga kini.
Dalam sesi diskusi yang dipandu oleh Haerullah Lodji, hadir dua narasumber utama : Bachtiar Adnan Kusuma, tokoh literasi nasional, dan Prof. Muhlis Hadrawi, akademisi dan pemerhati sastra Sulawesi Selatan.
Dalam pandangannya, Bachtiar Adnan Kusuma menilai bahwa Arena Wati adalah sosok yang menempatkan kekuatan fundamental melalui tulisan.
“Ia berhenti menjadi pelaut untuk menjadi seorang jurnalis dan sastrawan besar yang dihargai di negeri Malaysia, dan semoga senantiasa besar di negeri sendiri. Arenawati adalah simbol intelektual dari Jeneponto yang dikenal dunia,” ujarnya di hadapan peserta yang memenuhi area taman.
Karena itu, Bachtiar Adnan Kusuma mengusulkan kepada Bupati Jeneponto H.Paris Yasir melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan agar semangat, inspirasi dan nilai-nilai perjuangan Arenawati dijadikan simbol dan penyemangat anak-anak muda melalui monumen literasi Arena Wati, nama jalan atau melalui Festival Literasi Internasional Arena Wati dipusatkan di Jeneponto.
Sementara itu, Prof. Muhlis Hadrawi menambahkan bahwa karya-karya Arenawati memperlihatkan kedalaman intelektual dan keberanian dalam menulis lintas batas kebangsaan.
“Ia bukan sekadar menulis, tapi menegakkan martabat budaya dan identitas,” ucapnya.
Karya terakhir ArenaWati yang berjudul “Trilogi Barabarayya” menjadi penutup perjalanan panjangnya di dunia sastra — sebuah refleksi monumental yang ia rampungkan sebelum berpulang ke pangkuan Ilahi.
Melalui pengangkatan tema ArenaWati pada festival ini, Pemerintah Kabupaten Jeneponto melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan berupaya menghidupkan kembali kebanggaan terhadap sosok putra daerah yang mengharumkan nama Jeneponto di kancah internasional, sekaligus menginspirasi generasi muda agar terus menulis dan berkarya tanpa batas. (*)
