Makassar, Matasulsel – Sejarah telah mencatat bahwa HmI sebagau organisasi pergerakan telah banyak membawa perubahan untuk bangsa dan Negara ini. Tercatat bahwa organisasi yang didirikan tahun 1947 ini telah berbuat dalam berbagai aspek kemerdekaan dan pembangunan di Indonesia.

Seiring dengan perjalanan waktu, hambatan dan tantangan juga tidak terlepasa dari perkembangan sebuah organisasi untuk menentukan arah dan masa depan organisasi dan bangsa. Berkurangnya nilai jual disebabkan karena loyalitas kader yang menurun sehingga berdampak pada perkembangan organisasi dan minat anggota baru untuk bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam.

Oleh karena kondisi dan tantangan kader tersebut, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) kembali mengadakan kegiatan seminar Nasional sabtu, (19/11/2016) di balrom Kampus STIE Nobel Indonesia Makassar dengan tema “Reaktualisasi Sistem Perkaderan HMI”.

Kegiatan seminar di hadiri oleh Walikota Makassar Ir H. Moh. Ramdan Pomanto atau yang akrab di sapa Dany. Walikota dalam kehadiranys disambut dengan tarian paduppa sebagai bentuk penghormatan dan ucapan selamat datang kepada Walikota dan rombonganya. Dalam kehadiranya Dany didampingi oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dikpora) Makassar.

Dany dalam sambutanya mengatan bahwa Hmi ibarat pohon dan KAHMI adalah buahnya, antara HMI dan KAHMI itu tidak bisa dipisahkan, karena setiap kader HMI setelah itu akan menjadi KAHMI. Hmi dan kahmi adalah pelaku sejarah pada bangsa ini.

Kondisi keummatan dan kebangsaan kerap terjadi di negara yang plural sperti Indonesia, belum juga kondisi-kondisi yang lain yang menjadi masalah dan ancaman dalam ketahanan. Maka konsolidasi sangat diperluksn untuk mengukuhkan kekuatan untuk menjaga ketahanan Nasional dan NKRI.

Konsolidasi adalah hal yang mendesak untuk menjaga NKRI kejalan yang lurus itu suatu keharusan dan HMI adalah pelopor karena itu bagia dari ajaran islam. Militansi tidak boleh kurang, menjaga kota juga tidak boleh kurang. Ungkap Dany

Oleh karena itu, responsif seorang kader itu harus, bukan senagai kader yang reaksi. Gejola kemarin adalah fenomena dunia sehingga menimbulkan respon ummat dan kader bukan sebagai reaksi. Tambahnya. (*)