Lebih jauh, Junaedi menjelaskan bahwa ia melakukan tindakan respon cepat, berusaha berbicara dengan semua pihak dari mulai tokoh hingga masyarakat bawah karena ia mencoba menerapkan palsafah para pemimpin Jeneponto terdahulu apa itu “parentai taua ri ero’na, siri’na Pammarentayya niaki ri tumajaia. Itulah prinsip mengayomi, melibatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan bukan sekedar penonton.

“Itu pula yang kita harapkan dari pemuda Jeneponto, hadir sebagai pelaku bukan penonton pembangunan,” jelasnya.

Sebagai contoh, kata Junaedi saat ini karena keterbatasan infrastruktur dan tentu karena anggaran, sampah menumpuk dimana mana, mungkin bisa menjadikan sampah sebagai alternatif pupuk yang dibutuhkan petani, saya mengunjungi beberapa pasar, sampah plastik berserakan dimana-mana, padahal harga limbah plastik juga tidak murah, Itu bisa jadi uang.

Persoalan lain ruas ruas jalan kita yang rusak tidak kurang dari 274 km, sekiranya anggaran yang ada digunakan untuk menuntaskan semua itu maka sepertinya membutuhkan waktu 24 tahun baru tuntas itu jika tidak ada kerusakan baru.

Dengan demikian pentingnya untuk mendorong sektor sektor pendapatan baru agar tercipta pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Dikatakannya, esensi otonomi daerah adalah pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam rangka kesejahteraan masyarakat, cukup banyak potensi daerah yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, pesisir yang membentang 114 km, potensi wisata desa sebagai mana yg kita nikmati saat ini di agrowisata Desa Kassi, ini tentu membutuhkan pemuda kreatif dan inovatif untuk memajukan daerah kita.

“Kata kunci dari pemuda berdaya adalah segala ikhtiar yang telah dan akan dilakukan oleh pemuda, pemerintah harus hadir memberikan dukungan,” imbuh Junaedi.

Sebagai penutup selaku pemerintah daerah mengajak kepada semua pihak termasuk pemuda yang peduli, mari berbuat sesuatu untuk mewujudkan masyarakat Jeneponto bahagia. (Oji)