“Pernah tidak kak Wongso perlihatkan puisinya ke kak Muhalim dan menyatakan, jelek sekali ini puisi mu, ganti!,” tanya Liyana.

Mendengar pertanyaan itu, Muhalim menjawab bahwa ia dan Wongso saling menghargai karya masing-masing, dan selebihnya diserahkan kepada editor yang mengoreksi puisi mereka.

“Sebelum ke editor, kami saling bertukar puisi, dan saling bertanya apa-apa masukannya. Kami saling percaya tidak ada puisi yang salah atau benar, karena berasal dari penyair itu sendiri,” sambung Wongso.

Muhalim yang saat ini sementara mengambil program PhD in Education di Monash University Australia juga mengungkapkan alasan memilih “kota” sebagai tema dalam buku duetnya bersama Wongso.

“Kami memilih tema Kota, karena puisi cenderung tentang masalah personal, percintaan. Kota merupakan miniatur dunia dengan permasalahan yang kompleks. Saking kompleksnya kami ingin mengangkatnya sebagai tema dan kritik sosial,” ujarnya.
Pria yang juga pernah menjadi penyiar di TVRI Sulsel ini turut membagikan pengalamannya kepada peserta yang hadir perihal proses dan tantangan yang dialaminya saat menulis buku puisi Kota.

“Saya memaksakan diri di depan komputer, bahkan pernah menulis di trotoar,” ujarnya.
Buku puisi Kota diterbitkan oleh salah satu penerbit di Makassar, MIB Indonesia. Buku ini dapat diperoleh dengan menghubungi langsung penerbit MIB Indonesia via Instagram, @mib_bookcorner atau no.kontak : 0852-5642-1347.

Citizen Reporter : Azimah Nahl (Anggota komunitas Pecandu Aksara)