JK Saja Tidak Ikut Campur, Masa Pejabat Pusat Sibuk Urus Pilkada
Hamid menuturkan strategi meneror yang dilakukan kandidat menggunakan relasi kekuasaan, baik itu pejabat pusat maupun aparat penegak hukum memang kerap mewarnai pilkada. Tapi, cara lama itu tidak lagi diikuti oleh perilaku pemilih yang menurutinya. Malah, kecenderungan terjadi perlawanan, dimana publik tidak suka ditekan atau diintervensi.
“Ya memang selalu ada unsur itu (intimidasi) dalam politik. Namun, dalam iklim terbuka, dimana pemilu berlangsung luber maka makin besar intervensi secara persuasif maupun intimidatif maka semakin resisten warga,” ujar Hamid.
Menurut Hamid, seluruh elemen masyarakat, termasuk kandidat harus memaknai pilkada sebagai pesta demokrasi. Itu artinya harus siap menang dan siap kalau. “Kalau kalah misalnya ya terima dengan lapang dada, jangan mencari alibi. Kan tidak mungkin semua kandidat menang. Kalau dipaksakan ya akan tersangkut masalah hukum,” ujarnya.
Pilgub Sulsel 2018 sendiri diikuti oleh empat pasangan calon. Mereka adalah Nurdin Halid-Aziz Qahhar Mudzakkar (NH-Aziz), Agus Arifin Nu’mang-Tanribali Lamo (Agus-TBL), Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman (NA-ASS) dan Ichsan Yasin Limpo-Andi Mudzakkar (IYL-Cakka). (*)