Sri bertemu dengan teman lamanya dan dia tahu tak bisa baca tulis akan tetapi tiba-tiba memegang kartu utama dan telah menjadi Pemimpin Redaksi.

“Saya tahu dia tidak bisa baca tulis dan hanya mengenal huruf ketika zaman porkas dan saya bertemu dia di Kalimantan tiba-tiba dia telah menjadi pemimpin redaksi dan mengantongi kartu UKW utama, ini ada apa,” tanya wartawan senior ini.

Senada dengan itu, Zainal Altim mempertanyakan nasibnya sebagai wartawan dan telah malang melintang di dunia jurnalistik sejak tahun delapan puluhan tapi tidak memegang kartu kompetensi.

Dia bahkan menantang para pemegang kartu UKW utama dan dianggap kompeten agar diuji kemampuan menulis dengan dia.

Menyoal fenomena seperti itu, Fredrich Kuen selaku penguji pada Dewan Pers dan pada BNSP LSP Pers memberikan masukan terkait masalah seperti itu.

Dia juga memberikan jalan keluar terkait masalah itu dengan melakukan sertifikasi kompetensi ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dimana pada BNSP, portofolio atau rekam jejak seorang jurnalis merupakan penilaian untuk menentukan seseorang dinilai kompeten atau tidak.

“Hal ini juga tentunya bukan semata kita melihat dari portofolio, kita juga melakukan observasi terkait itu,” terang Direktur Eksekutif Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC).

Fred begitu akrabnya disapa juga membuka peluang bagi wartawan-wartawan dapat melakukan uji kompetensi baik melalui Dewan Pers maupun melalui BNSP utamanya LSP Pers.

“Ribut-ribut” menyoal kompetensi jurnalis ini, walaupun telah dikupas dan memunculkan fakta terkait beberapa hal “aneh” dalam pemberian kartu termasuk didalamnya, bagaimana negara dapat memberikan apresiasi terkait sertifikasi wartawan sama dengan sertifikasi profesi lainnya, seperti guru, dokter dan lain-lain.

Namun hingga menjelang magrib pertanyaan dan tanggapan para peserta terus muncul, sehingga pembahasan dengan tema sama akan dilanjutkan minggu depan dengan pemateri Fredrich Kuen. (**)