Sedangkan Penyidikan di seluruh Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri se-Sulawesi Selatan jumlah penyidikan tindak pidana korupsi sebanyak 86 (delapan puluh enam) perkara dengan jumlah tersangka sebanyak 51 (lima puluh satu) orang dengan rincian; penyelenggara negara sebanyak 22 (dua puluh dua) orang, pejabat BUMN/BUMD sebanyak 3 (tiga) orang, swasta sebanyak 24 (dua puluh empat) orang, Tenaga Honorer sebanyak 1 (satu) orang dan Tenaga PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) sebanyak 1 (satu) orang, dengan jumlah kerugian keuangan negara sebesar Rp. 74.510.695.873,- (tujuh puluh empat milyar lima ratus sepuluh juta enam ratus sembilan puluh lima ribu delapan ratus tujuh puluh tiga rupiah).

Dari data tersebut, maka total penyidikan tindak pidana korupsi di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi selatan sebanyak 116 (seratus enam belas) perkara dengan jumlah tersangka sebanyak 81 (delapan puluh satu) orang dengan rincian; penyelenggara negara sebanyak 26 (dua puluh enam) orang, pejabat BUMN/BUMD sebanyak 15 (lima belas) orang, swasta sebanyak 36 (tiga puluh enam) orang, Kepala Desa sebanyak 2 (dua) orang, Tenaga Honorer sebanyak 1 (satu) orang, Tenaga PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) sebanyak 1 (satu) orang dengan Total Kerugian Negara sebesar Rp. 197.413.638.598,- (seratus sembilan puluh tujuh milyar empat ratus tiga belas juta enam ratus tiga puluh delapan ribu lima ratus sembilan puluh delapan rupiah).

Data diatas tersebut sangat memprihatinkan kita semua, bahwa pelaku tindak pidana korupsi di Sulawesi Selatan tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, pejabat BUMN/BUMD, serta swasta (pelaksana proyek) saja, akan tetapi sudah dilakukan oleh Kepala Desa (kasus mafia tanah) serta juga dilakukan oleh tenaga honorer dan tenaga PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

Selain itu jumlah kerugian negara sebesar Rp. 197.413.638.598,- (seratus sembilan puluh tujuh milyar empat ratus tiga belas juta enam ratus tiga puluh delapan ribu lima ratus sembilan puluh delapan rupiah) merupakan angka yang cukup besar yang seharusnya bila uang tersebut tidak dikorupsi dapat digunakan untuk membangun kesejahteraan masyarakat Sulawesi Selatan di seluruh Kabupaten/Kota (sebagai contoh perbandingan, Data BPS Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2021 menunjukkan PAD Kabupaten Toraja Utara sekitar Rp. 45 Milyar dengan jumlah penduduk 268.198 orang, Kabupaten Selayar sekitar Rp.54 Milyar dengan jumlah penduduk 139.145 orang, Kabupaten Enrekang sekitar Rp. 73 Milyar dengan jumlah penduduk 230.622 orang). Artinya dengan jumlah kerugian keuangan negara sebesar Rp. 197.413.638.598,- (seratus sembilan puluh tujuh milyar empat ratus tiga belas juta enam ratus tiga puluh delapan ribu lima ratus sembilan puluh delapan rupiah) dapat membangun di 3 (tiga) kabupaten di Sulawesi Selatan serta mensejahterakan sebanyak 637.965 orang.

Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengajak dan mengingat kita semua terkait nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila merupakan ideologi dasar dalam kehidupan bagi negara Indonesia dan bukan hanya sebuah ideologi tetapi, Pancasila merupakan prinsip yang harus di miliki oleh setiap warga negara Indonesia. Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sistem hukum Indonesia dimana sebagai hukum dasar tertulis paling tinggi dan merupakan norma hukum tertinggi, oleh karena itu Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum yang mengikat bagi pemerintah dan setiap warga negara. Akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi jelas telah membuktikan dampak yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara serta telah menghambat aspek pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional, sehingga kejahatan korupsi jelas-jelas telah bertentangan dan penghianatan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Demikian halnya pula akibat dan dampak korupsi telah mencederai prinsip dan nilai budaya bangsa Indonesia. Izinkan saya mencoba mengingatkan kita semua akan nilai-nilai luhur masyarakat Sulawesi Selatan khususnya kebudayaan masyarakat Bugis sebagai salah satu kebudayaan tertua di Nusantara. Dari beberapa buku yang saya baca ada beberapa nilai-nilai budaya yang terkenal dalam masyarakat Bugis, yakni kejujuran (alempureng), kecendikiaan (amaccang), kepatutan (asitinajang), keteguhan (agettengeng), usaha (reso), dan malu (siri).

Namun, Leonard Eben Ezer Simanjuntak tertarik terkait prinsip moral yang dipegang kuat oleh masyarakat Bugis-Makassar yang telah mendasari segala aspek kehidupan mereka dan “tertanam” didalam diri rakyat Bugis-Makassar, yaitu Panggaderreng. Konsep Pangngaderreng ini meliputi sistem norma, tata tertib dan aturan-aturan adat, yang mengatur tingkah laku setiap orang dalam lingkungan sosialnya. Selain itu, menurut Latoa (Lontarak yang dalam kepustakaan Bugis berisi kumpulan ucapan-ucapan, petuah dari raja-raja dan orang-orang bijaksana Bugis-Makassar dari zaman dahulu) bahwa kejayaan negara ditentukan oleh moralitas manusia sehingga setiap orang harus berkata yang baik, bertingkahlaku yang baik, peradilan harus jujur, janji ditepati, hukum-hukum dari pemerintah tegas dan pasti serta para warganya harus saling menghormati.

Terakhir Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengingatkan akan filsafah orang bugis dengan budaya 3S yaitu; Sipakatau, Sipakalebbi dan Sipakainge yang merupakan kearifan lokal dan memiliki sebuah arti saling menghormati, saling menghargai dan saling mengingatkan. Leonard Eben Ezer Simanjuntak berharap kita semua kembali menjunjung tinggi beberapa prinsip dan nilai-nilai Masyarakat Bugis-Makassar yang telah ditanamkan nenek moyang kita terdahulu dalam kedudukannya sebagai pemimpin maupun sebagai masayarakat, khususnya upaya kita bersama untuk selalu berbicara dengan hati tidak melakukan perbuatan korupsi namun selalu berupaya untuk mewujudkan masyarakat Sulawesi Selatan yang sejahtera dan berkeadilan. Mari kita wujudkan semangat “Dari Sulawesi Selatan Untuk Indonesia, Maju Membangun Negeri Tanpa Korupsi”. Semoga FGD ini dapat merumuskan peta korupsi serta pandangan dan strategi pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi di Sulawesi Selatan untuk menjadi program strategis, taktis dan operasional Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan di masa yang akan datang, serta bermanfaat bagi seluruh lapisan masayarakat Sulawesi Selatan, tutup Leonard Eben Ezer Simanjuntak.

Sumber : Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi, SH, MH. (*)