Makassar, Matasulsel – Penggunaan helikopter oleh salah satu kandidat gubernur dalam bersosialisasi, terus menuai sorotan. Selain tak sejalan dengan upaya menggalang dana kampanye, karena menggunakan fasilitas mewah, juga terungkap jika heli tersebut diketahui milik pengusaha.

Jika mengacu pada cost atau standar biaya penggunaan Helikopter yang tarifnya Rp35 Juta sampai 40 juta per jam, maka tentu saja memungkinkan ada kesepakatan tersendiri antara pengusaha dengan kandidat, terutama jika terpilih.

Jika ini benar-benar terjadi, Kandidat diyakini memiliki utang balas budi di kemudian hari. Bisa saja, memberikan keluasaan untuk mega proyek tertentu.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Muhammad Ridha, tidak menampik memungkinkan itu. Menurutnya, memang bisa saja ada balas utang budi setelahnya.

“Mungkin saja,” kata Ridha saat ditanya wartawan, Selasa (13/3/2018).

Menurut dia, bisa saja dana besar yang digunakan untuk transportasi semewah itu menjadi bahan transkasi kekuasaan.

“Mungkin saja dana sebesar itu yang digunakan untuk transportasi tersebut dijadikan suatu bahan transaksi kekuasaan. Tapi tentu harapan kita, semoga tidak demikian,” ucapnya.

Ia mengurai, jika dikaitkan tentang etika, publik pasti akan diberhadapkan pada persoalan etis atau tidak etis. Namun, menurutnya, seorang kandidat menggunakan helikopter boleh saja dilakukan untuk meringkas waktu perjalanan satu tempat ke tempat lain.

Akan tetapi, kandidat sangat memungkinkan memberi contoh pendidikan politik yang baik dari moda transportasi yang digunakan.

“Tapi jika mungkin menggunakan transportasi yang murah kenapa tidak menggunakannya? Biar rakyat bisa diberi contoh. Kesederhanaan, penghematan dan ketauladanan pemimpin saat ini sedang langka. Semoga Pilkada bisa menjadi ajang untuk melahirkannya,” harap dia.

Meski demikian, dijelaskan pula, ada banyak cara atau sarana yang bisa digunakan dalam suatu tujuan. Transportasi saat ini sudah tersedia semua bentuk.

Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Syahrir menilai, penggunaan Helikopter oleh Kandidat sangat berlebihan. Hal itu juga harus dipertanggungjawabkan dalam hal pembatasan dana kampanye masing-masing pasangan calon.

“Penggunaan heli itu berlebihan saya kira. Terlepas bahwa mereka bisa pertanggungjawabkan batasan dana kampanye yang telah ditetapkn KPU, penggunaan heli tetap bisa memunculkan dugaan penggunaan anggaran yang berlebihan,” kata Syahrir, saat dimintai tanggapannya secara terpisah.

Apalagi, kata dia, di beberapa pengalaman kontestasi Pilkada sangat sulit membuktikan penyalahgunaan dana kampanye. Jika benar demikian, maka Bawaslu perlu untuk melakukan pengawasan secara ketat terhadap semua pasangan calon.

“Mesti diketahui, bahwa dari beberapa pengalaman dalam kontestasi Pilkada, sangat sulit membuktikan penyalahgunaan dana kampanye,” tegasnya.

Saat ditanya berkaitan dengan adanya tim yang sementara fokus melakukan penggalangan dana sumbangan kampanye, dia tidak ingin berspekulasi terlalu jauh. (*)