Kata Pengamat, Ini Alasan Kenapa Elit Parpol Pengusung dan Tim Tinggalkan NA-ASS
Makassar, Matasulsel – Kader parpol pengusung bakal pasangan calon (Bapaslon) Gubernur dan Wagub Sulsel, Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman (NA-ASS) dikabarkan tak solid.
Itu terbukti setelah banyaknya kader partai pengusungnya mengalihkan dukungan ke kandidat lain. Termasuk juga relawan dan tim pemenangan serta keluarga NA.
Hal ini bukan tanpa bukti. Kader sekaligus elit PKS Tamzil Linrung misalnya, mempertentontokan lebih memilih kandidat lain, dibanding NA-ASS.
Meski partainya secara resmi mengusung NA-ASS, namun politisi yang berkiprah di kancah nasional ini secara terang-terangan memberi dukungan ke pasangan Andi Nurdin Halid-Aziz Qahhar Mudzakkar.
Kendati bukan melalui pernyataan, namun bukti Tamzil Linrung mendukung pasangan ini dengan memperagakan foto salam Sulsel Baru bersama Aziz.
Selain itu, sejumlah pentolan PAN juga secara terang-terangan memilih bersama IYL-Cakka yang dinilainya lebih komitmen, dan tak suka plin plan dalam bersikap. Begitu juga, sebagian tim dan relawan mengalihkan dukungan dari NA ASS.
Pengamat politik dari Universitas Muhammmadiyah (Unismuh) Makassar, Andi Luhur Priyanto menilai, khusus Tamsil Linrung lebih memprioritaskan relasi psikologis emosional dengan pasangan NH-AQM dari pada mengikuti instruksi partai yang mengusung NA-ASS.
“Dari berbagai pengalaman elektoral sebelumnya, pilihan politik TL dan AQM memang sangat dekat dan saling bersinergi,” kata Luhur, Minggu (4/2/2018).
Meski demikian, sikap yang ditunjukan Tamsil bukan sikap PKS secara institusi.
Olehnya, bukan hal yang tidak mungkin, menurut Luhur sebagian kader PKS lainnya di Sulsel mengikuti sikap Tamzil.
Perihal pecahnya suara kader PKS dan PAN, Luhur menjelaskan, hal ini bukan hal yang tidak mungkin akan semakin bergejolak di internal partai, apalagi pemilihan masih terhitung sekitar 6 bulan.
Dia mengatakan, jika elite partai mendukung kandidat lain, maka dengan cepat akan kemungkinan untuk merubah arah dukungan kader di internal partai, apalagi jika yang bersangkutan memiliki gerbong besar dalam partai.
“Saya kira sangat ditentukan level pengaruh elite yg bersangkutan. Kalau ada elit utama yg berani melawan keputusan partai, saya kira berpengaruh itu,” tegas dia.
Berbeda, jika kader yang membelot tidak memiliki peran strategis dan gerbong dalam partai, meski pun berpengaruh tapi tidak akan terlalu signifikan.
“Tapi kalau hanya elit kultural atau tokoh-tokoh partai yang tidak punya peran strategis, sepertinya tidak cukuplah pengaruhnya,” tandasnya.(*)