Keamanan Data Privasi di Indonesia
Para peretas berkedok sebagai karyawan jasa pengiriman kemudian berpura-pura menginformasikan kedatangan paket. Para calon korban akan didorong agar memasukkan detail informasi, seperti email dan kata sandi menuju situs web tertentu untuk seolah-olah melacak paket mereka. Dengan membaca atau mengonfirmasi informasi dalam bentuk file terlampir, malware secara otomatis terunduh pada komputer atau ponsel mereka.
Kelalaian Luar Biasa Jaga Kerahasiaan Data Privasi
Menurut Dedi Kurniasyah, jika benar ada kebocoran data personal, bukan data terbuka maka ini jelas kelalaian luar biasa. Karena menyangkut keamanan data sekaligus integritas KPU sebagai penyelenggara Pemilu, seluruh komisioner tersisa KPU RI sebaiknya diberhentikan sebagai bentuk tanggungjawab negara pada penduduk. Bocornya data pemilih mengindikasikan negara gagal menjamin privasi warga negara.
“Bukan tidak mungkin jika sistem keamanan data terkait hasil Pemilu juga terancam mudah diretas. Ini mengkhawatirkan pada dua hal, data privat warga negara yang berpotensi disalahgunakan, dan masalah integritas hasil Pemilu yang tidak terjamin valid karena terbukti mereka mudah disusupi kejahatan data,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion ini.
Menurutnya, dari total Komisioner KPU, dua sudah diberhentikan karena perbuatan tercela, terkait penyuapan dan manipulasi hasil pemilihan, sementara mereka bekerja secara kolektif, dan sekarang terbukti gagal menjaga data, maka pilihan baiknya tentu dengan mengganti seluruh komisioner, agar komisioner baru miliki waktu yang cukup menghadapi Pemilu 2024.
Kritikan pedas juga disampaikan Wahyu Djafar, KPU abai terhadap potensi penyalahgunaan data warga negara, setelah bocornya Daftar Pemilihan Tetap (DPT) 2014. Meskipun Arief Budiman (Ketua KPU) mengatakan data DPT merupakan data terbuka, namun dalam berbagai kasus kebocoran data sebelumnya, data pribadi yang bocor dapat digunakan untuk mengakses rekening bank orang tersebut, mengumpulkan data pribadi lebih lanjut tentang orang tersebut, melakukan pemerasan, dan masih banyak potensi penyalahgunaan lainnya.
“Kebocoran DPT memiliki risiko yang sangat besar, karena DPT dibangun dari data kependudukan, yang terkoneksi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (NKK) seseorang. ELSAM juga mendorong pemerintah dan DPR segera membahas RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) pasca bocornya data 2,3 juta daftar DPT tersebut,”urai Deputi Direktur Riset ELSAM.Penulis adalah Ann Davos
Terbit : Jakarta, 29 Mei 2020.
Sumber : Pemerhati Masalah Indonesia.