MAKASSAR, MATA SULSEL – Kasus peredaran kosmetik ilegal di Sulawesi Selatan (Sulsel) diam-diam sedang diselidiki oleh pihak kepolisian. Kosmetik ilegal tersebut selain bermasalah di pajak, juga diduga banyak menyalahi prosedur pendirian perusahaan.

Hal inilah yang diduga menjadi pintu masuk pihak aparat hukum baik kepolisian maupun kejaksaan untuk mengendus kasus ini. Hal itu terbukti dari terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

“Iya sudah ada SPDP-nya (penyidikan kasus kosmetik ilegal),” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi saat dikonfirmasi terkait SPDP yang dikirim pihak Polda Sulsel, Kamis (7/7/2022).

Sebelumnya kasus ini marak dibicarakan, bahkan lembaga Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus) membeberkan beberapa poin yang berpotensi menjadi jerat pidana bagi owner kosmetik ilegal.
“Jadi memang banyak masalah di sana. Dari prosedur pendirian perusahaan, legalitas izin dan sebagainya itu melabrak aturan. Mereka tidak melewati proses sesuai regulasi. Di situ ada potensi pidananya,” kata Direktur Laksus Muhammad Ansar.

Menurut Ansar, ada beberapa poin penting dalam membongkar kasus ini. Pertama pada sektor pajak. Jelas bahwa tidak ada legalitas hukum dalam beroperasi menunjukkan bahwa para owner menghindari pajak.

“Bisa dibayangkan aktivitas ilegal ini tidak tersentuh pajak. Berapa banyak kerugian negara yang ditimbulkan karenanya. Mereka dengan bebas melakukan transaksi jual beli. Tapi tidak membayar pajak. Itu poin pertama,” sebut Ansar.

Selain itu, ada beberapa poin yang disebut bisa menjerat para pembuat produk kecantikan ilegal itu seperti prosedur pendirian perusahaan.

Dari beberapa literatur yang didapatkan diketahui bahwa sebelum beroperasi, perusahaan kosmetik harus mendaftarnya produknya lebih dahulu. Untuk dapat melanjutkan pendaftaran produk di Indonesia, perusahaan harus berbadan hukum.

“Nah ini kelihatannya sederhana tapi justru dominan dari owner ini tidak berbadan hukum. Karena itu tadi. Mereka menghindari pajak,” jelasnya.

Berdasarkan peraturan Indonesia mendaftarkan produk di Indonesia itu hanya di bawah satu perusahaan. Ini artinya perusahaan ini akan menerima setelah adanya pendaftaran secara khusus untuk produk.

Ketika sudah terdaftar maka owner wajib menyerahkan formulir online dengan dokumen pendukung untuk aplikasi BPOM E-application. Di sini jadi poin penting karena owner akan mendapatkan ID pengguna dan kata kunci.

“Tapi ini harus lewat BPOM. Sementara para owner kosmetik ilegal tidak pernah berinteraksi dengan BPOM. Artinya mereka tidak punya ID aplikasi dari BPOM,” kata Ansar.

Aplikasi untuk user ini dapat dilakukan 1(satu) waktu, sepanjang tidak ada perubahan dalam data aplikasi. Jika terdapat perubahan data, perusahaan anda harus menyerahkan sebuah perubahan notofikasi perubahan data atau mengirim ulang kepada admisi

Berdasarkan aturannya semua proses pendaftaran harus dilengkapi persyaratan berikut. Yakni Salinan Angka Pengenal Impor (API), Salinan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Salinan Nomor Pelapor Wajib Pajak (NPWP).

Setelah terdaftar di BPOM, barulah dimulai pendaftaran produk. Ini membutuhkan persiapan dokumen.
Di antaranya menyerahkan dan menerima notfikasi dari BPOM untuk setiap produk yang ingin didaftarkan. Lalu pembayaran kepada BPOM.

Selanjutnya BPOM akan mengumpulkan pembayaran untuk setiap produk yang didaftarkan. Untuk notifikasi BPOM, BPOM akan mengeluarkan notifikasi dalam 2 minggu setelah mereka menerima pembayaran.

Pendaftaran memakan waktu sekitar 1,5 sampai 2 bulan. Pendaftaran produk akan berlaku hingga 3 tahun sebelum pembaharuan.

Jadi, menurut Ansar, prosedur ini yang sulit dipenuhi para owner kosmetik ilegal. Karena mereka pasti akan terbentur pada dokumen produk. Apalagi produk mereka tidak melalui uji lab.
“Kalaupun mereka bisa uji lab itu akan ditolak karena bahannya itu memang dominan merkuri. Pasti tidak lolos,” tutup Ansar. (*)