MAKASSAR, MATA SULSEL. – Ketua Umum Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Jurnalis Online (JOIN) Sulawesi Selatan, Dr.Arry Abdi Syalman, S.Ikom, M.H. CPCE, CPM, mengatakan, tantangan kita ke depan adalah penggunaan “Artificial Intelligence” (AI) — kecerdasan buatan — meskipun sebenarnya tidak dapat menggantikan kecerdasan manusia karena AI tidak punya rasa dan itu hanya bersumber dari kepustakaan dan koleksi yang dimasukkan ke mesin pencari.

“Tantangan kita ke depan adalah AI ini akan bermanfaat atau tidak. Apakah manfaat dan mudaratnya lebih besar?,” ujar Arry Abdi Syalman yang juga menjabat Ketua Bidang Keamanan Siber Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) saat membuka kegiatan “Diskusi Media, Media Diskusi” dengan tema “Media dan Artificial Intelligence” di perumahan Griya Fajar Mas, Senin (28/1/2025).

Diskusi yang dipandu Arwan D.Awing, S.E. tersebut menampilkan dua narasumber,yakni Dr.Drs.M.Dahlan Abubakar, M.Hum (Tokoh Pers Nasional dan Akademisi) dan Drs.Fred Ch.Kuen, M.Si. (Direktur Utama Phinisi Pers Multimedia Training Center (PPMTC) dengan para peserta sejumlah pengelola media online, seniman, penulis, dan wartawan.

Arry Abdi Syalman yang lulusan Doktor Universitas Muslim Indonesia (2020) dan dilahirkan di Makassar 1 Juni 1987 tersebut mengatakan, salah satu ancaman intelijen kita ke depan dengan penggunaan media sosial (whatsapp) yang sangat masif itu, — karena pusatnya ada di Amerika sana — data pribadi yang seseorang miliki di gawai (gadget)-nya, tersimpan di sana. Kita belum memiliki undang-undang siber, sementara penggunaan media sosial ini berkembang dengan sangat pesat.

“Kita di Indonesia adalah operator terbanyak di dunia dalam hal penggunaan media sosial ini, yang hingga saat ini mencapai 1.276. Negara-negara lain hanya puluhan. Hal ini diikuti oleh adanya regulasi yang tidak membatasi jumlah operator ini. Ditambah lagi dengan bertumbuhnya media online,” ujar Staf Khusus dan Pendamping Ahli Bidang Keamanan Siber pada sejumlah lembaga/instansi negara dan swasta itu pada diskusi yang dihadiri sekitar 30 peserta.

Dirut PT Trans Nasional Teknologi dan Dirut PT Banda Telekomunikasi Perkasa tersebut menyebutkan, sekitar 90% media online di Indonesia itu menggunakan kecerdasan buatan, meskipun tidak mampu menyamai kecerdasan manusia. Sekarang ini pertumbuhannya (media online) luar biasa, tetapi kita belum memiliki “pagar-pagar” (undang-undang)-nya.

Sekarang ini, katanya, kehidupan kita ada dua, dunia nyata dan dunia maya. Dunia nyata kita membutuhkan makan. Sekarang ini, anak-anak untuk kepentingan dunia maya, diberikan uang Rp 5.000, bukannya membeli makanan atau kue, malah membeli kuota atau data yang memungkinkan mereka bisa berselancar di dunia maya (googling misalnya).

“Dulu kita dikasih Rp 10 ribu untuk membeli jajan luar biasa, sekarang ini sudah terbalik,” ujar Dirut PT. Indonesia Internet Timur sebelum membuka diskusi yang diawali pembacaan doa oleh Drs.Asnawin, M.IP yang kemudian diisi pembacaan puisi Syahrir Patakaki.

Komisaris PT Mediatama Siberindo Komunikasi ini menyampaikan, dengan penggunaan media sosial kita harus mengedukasi pembaca, jangan hanya memperbanyak pembaca. Kita harus memaksa pembaca paham akan dampak yang diakibatkan oleh penggunaan media sosial yang tidak bijak.

“Ancaman media siber ke depan sangat luar biasa. Hari ini kita memiliki 1.276 operator, ketika saya berbicara di depan forum di luar negeri tahun lalu, mereka menganga dengan jumlah operator media siber kita di Indonesia. Mereka hanya sekitar 10 operator saja. Mereka hanya memiliki media 100 dan 50 media online. Kalau ke China, google di sana tidak berlaku dan kita harus membeli nomor telepon mereka. Semua informasi yang kita sampaikan mereka ketahui semuanya. Oleh China tidak pernah bekerja sama dengan negara lain dalam hal operator dan penggunaan komunikasi sibernya,” ungkap Komisaris PT Media Satu Cakrawala tersebut.

Yang ironis lagi, di Indonesia belum ada undang-undang siber, imbuh Public Policy & Management Tsinghua University, Beijing, China (2019) itu, saat ini ada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP, Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang mengatur hak-hak pemilik data pribadi dan sanksi bagi pelanggarnya.

“UU itu efektif diberlakukan Oktober 2024, namun lembaganya tidak dibentuk, termasuk pengawasannya. Marilah kita berharap supaya ada penataan terhadap penggunaan dan bisnis media siber bisa berkualitas dan bisa menghasilkan,” ujar Moderator Forum Komunikasi Pengamanan Siber KTT G20 Bali 2022 itu.

Anggota Delegasi Indonesia pada ASEAN Japan Information Security Workshop for ISP’s, Tokyo, Japan (2023) ini menambahkan, masalah kompetensi profesional memang sangat penting karena sudah ada beberapa Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang berkaitan dengan sertifikat.

“Teman-teman yang bisa mengejar itu (SKKNI), harus kejar,” saran anggota Delegasi Indonesia pada ASEAN-Japan Cyber Security Working Group Meeting Hanoi, Vietnam tahun 2023 itu, kemudian menambahkan, sertifikasi itu penting karena yang akan membedakan kita ke depan, ukuran profesionalitas seorang jurnalis dan bukan jurnalis adalah sertifikasinya.

Arry Abdi Syalman mengajak peserta agar belajar untuk cerdas bekerja di dunia maya. Bagaimana menjaga ruang siber kita tetap aman dan bisa dikendalikan. Dunia maya ini harus “dipagari” juga. Sebab, dia tidak ada batasnya. Kalau bermigrasi di dunia nyata ada imigrasi, di dunia maya tidak ada “border” (garis pemisah, batas)-nya.

“Tidak ada yang bisa menjamin whatsapp-nya aman. Kita semua mengirim informasi di WA. Di Amerika tidak perlu tenaga manusia untuk mempelajari informasi-informasi di WA itu, ada mesin yang melakukan hal ini,” ujar Arry sambil mengharapkan kita harus cerdas bagaimana mengemas konten siber.

Ia menginformasikan, serangan siber yang masuk ke Indonesia dalam setahun bisa mencapai 2 miliar. Dalam satu detik minimal 7 serangan. Jadi bisa dibayangkan, yang menjaga ini hanya instansi yang berwenang, kita tidak akan mampu. Itulah sebabnya, kita mendorong segera diterbitkannya UU Siber. UU PDP sendiri tidak efektif berjalan, karena ada amanahnya, harus terbentuk lembaganya sebelum efektif berjalan.

“Saya mengharapkan teman-teman untuk secara bijak dan cerdas menggunakan dan mengisi informasi di dunia maya,” kunci Arry sembari mengharapkan kegiatan seperti ini tetap berjalan pada masa yang akan datang.

Tingkatkan Efisiensi

M.Dahlan Abubakar yang tampil sebagai pembicara pertama dalam diskusi ini mengatakan, manfaatkan penggunaan AI dalam media, di antaranya meningkatkan efisiensi dalam proses pengeditan, pengembangan konten, dan pengukuran audiens. Juga, meningkatkan kualitas konten dengan cara menghasilkan ide, mengatur struktur dan menulis konten yang lebih efektif.

“Tantangan AI dalam media adalah keterbatasan data, karena AI memerlukan data yang cukup untuk belajar dan meningkatkan kinerjanya,” ujar Tokoh Pers tersebut, kemudian menambahkan, selain itu juga adanya keterbatasan kemampuan dalam memahami konteks dan nuansa bahasa serta ketergantungan pada teknologi.
Kekurangan AI, kata Dahlan, dapat menimbulkan ketergantungan, membuat seseorang menjadi malas, tidak kreatif karena mengandalkan teknologi AI. Kecerdasan buatan “tidak memiliki perasaan“ karena dikerjakan oleh teknologi secara mekanikal.

“Jika kita mengandalkan kecerdasan buatan secara masif, bisa menimbulkan banyak pengangguran,” ujar Pengurus PWI Pusat tersebut.

Dia menyarankan agar menggunakan kecerdasan buatan secara selektif dan bila diperlukan, hendaknya menggunakan data pembanding dengan referensi yang lain, dan tidak menggantungkan diri pada kecanggihan teknologi ini. Juga tidak menggunakan kecerdasan buatan untuk hal-hal yang negatif.

Fred Ch.Kuen, selain menjelaskan praktik penggunaan AI dalam kerja-kerja media, juga menekankan, kita tidak dapat mengandalkan kecerdasan buatan ini dalam kerja jurnalistik.
“Banyak hal yang tidak dapat dijawab oleh AI. Oleh sebab itu, AI tidak akan mampu menggantikan kecerdasan manusia,” kata mantan wartawan LKBN Antara tersebut.

Tampil memberikan umpan balim dalam diskusi ini, antara lain, Mitha Mayestika Kuen,S.IP, M.I.Kom, Rusdin Tompo, Dr.Fadly Andi Nazif, S.H., M.H. Is Hakim, dan Dr.M.Zainal Altim, ST,MT.IPM.

Ketua Panitia Diskusi M.Rusdy Embas, S.E. menjelaskan, kegiatan ini terwujud sebagai hasil bincang-bincang sederhana di Kafe Baca bersama Founder Komunitas Anak Pelangi (K.Apel) Rahman Rumaday dan Arwan D.Awing, S.E. terkait dengan kualitas media. (**)