Sementara itu, Mission atau misi menjadi arah yang memandu perguruan tinggi untuk mencapai visi jangka panjangnya. Misi yang jelas, konsisten, dan terintegrasi ke dalam seluruh aktivitas organisasi memastikan perguruan tinggi tidak hanya berfokus pada pencapaian target akademik, tetapi juga kontribusi terhadap pembangunan bangsa.

Dengan mengintegrasikan keempat elemen CRAM ini, perguruan tinggi dapat menciptakan sistem manajemen mutu yang holistik, berkelanjutan, dan berdampak luas bagi seluruh pemangku kepentingan.

Konsep ini memiliki keselarasan yang mendalam dengan falsafah budaya Gorontalo dan Bugis-Makassar,

1. Culture atau Budaya

a. Nilai budaya Bugis-Makassar yang dikenal kaya akan nilai-nilai etika dan kearifan lokal. Culture, sebagai elemen pertama, dapat dihubungkan dengan nilai Sipakatau, Sipakalebbi, dan Sipakainge, yang mencerminkan penghormatan antarindividu, penghargaan terhadap keunggulan, dan saling mengingatkan untuk kebaikan. Dalam konteks perguruan tinggi, budaya ini menjadi landasan untuk menciptakan lingkungan akademik yang menghargai keberagaman, mendorong kerja sama, dan menjunjung tinggi integritas.

b. Nilai-nilai budaya Gorontalo, yang kaya akan falsafah kehidupan dan berakar pada prinsip-prinsip luhur masyarakat. Culture, sebagai elemen pertama, selaras dengan falsafah Adati hula-hula’a to syara’, syara’ hula-hula’a to Qur’an, yang berarti adat bersendikan syariat, dan syariat bersendikan Al-Qur’an. Nilai ini menekankan bahwa budaya organisasi dalam perguruan tinggi harus mengedepankan etika, moral, dan kearifan lokal sebagai pedoman untuk menciptakan lingkungan akademik yang harmonis, inklusif, dan berbasis nilai-nilai luhur.

2. Relevance atau relevansi

a. Nilai budaya Bugis-Makassar terhadap relevansi memiliki hubungan dengan prinsip Resopa Temmangingngi Namalomo Naletei Pammase Dewata (hanya dengan kerja keras seseorang akan mendapatkan rahmat Tuhan). Dalam konsep ini harus memastikan program pendidikannya relevan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja melalui upaya yang serius dan berorientasi pada kemajuan bersama. Pendidikan yang relevan ini mencerminkan komitmen perguruan tinggi untuk mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan global tanpa melupakan akar budaya lokal.

b. Nilai-nilai budaya Gorontalo terhadap relevansi mencerminkan prinsip Hulunga, yaitu semangat gotong royong dan kebersamaan untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konteks manajemen mutu perguruan tinggi, relevansi dapat diimplementasikan melalui program pendidikan dan penelitian yang relevan dengan kebutuhan masyarakat Gorontalo, seperti pemberdayaan ekonomi lokal, pelestarian budaya, dan pengembangan teknologi berbasis potensi daerah. Perguruan tinggi juga perlu berperan aktif dalam menjawab tantangan global tanpa meninggalkan akar lokal yang menjadi identitasnya

3. Accountability atau akuntabilitas
a. Nilai budaya Bugis-Makassar tentang akuntabilitas sejalan dengan nilai Amaccang (kebijaksanaan atau kecerdasan) dan Awaraningeng (kejujuran atau tanggung jawab). Dalam budaya Bugis-Makassar, setiap tindakan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada manusia maupun kepada Tuhan. Perguruan tinggi harus transparan dalam pengelolaan sumber daya, memberikan laporan yang jujur kepada pemangku kepentingan, dan berkomitmen terhadap hasil yang berkualitas.

b. Nilai-nilai budaya Gorontalo tentang akuntabilitas sejalan dengan nilai Bonggo momulutahu, yang berarti bertanggung jawab dan jujur dalam segala tindakan. Dalam budaya Gorontalo, setiap individu memiliki kewajiban moral untuk mempertanggungjawabkan segala keputusan dan perbuatannya kepada komunitas maupun Tuhan. Perguruan tinggi harus mengelola sumber daya secara transparan, memberikan pelaporan yang jelas kepada pemangku kepentingan, dan memastikan hasil yang berkualitas sesuai dengan ekspektasi masyarakat.

4. Mission atau Misi

a. Nilai budaya Bugis-Makassar tentang misi terkait erat dengan konsep Panngadereng, yang mencakup aturan dan nilai-nilai universal yang menjadi pedoman hidup masyarakat Bugis-Makassar. Perguruan tinggi harus memiliki misi yang tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian budaya, pemberdayaan masyarakat, dan penguatan jati diri bangsa. Dengan mengintegrasikan konsep CRAM dan falsafah budaya Bugis-Makassar, perguruan tinggi dapat mengembangkan manajemen mutu yang tidak hanya memenuhi standar global, tetapi juga menghormati dan melestarikan nilai-nilai lokal sebagai kekuatan utama dalam menghadapi tantangan masa depan.

b. Nilai-nilai budaya Gorontalo tentang misi dapat dikaitkan dengan konsep Lamuliyo to pololi lo lipu, yang berarti menjaga dan membangun negeri untuk generasi mendatang. Misi perguruan tinggi Gorontalo harus mencerminkan komitmen untuk memajukan pendidikan, memberdayakan masyarakat, dan melestarikan nilai-nilai budaya sebagai warisan bangsa. Perguruan tinggi perlu menjadi agen transformasi sosial yang berorientasi pada penguatan karakter lokal sekaligus kompetensi global
Integrasi kearifan lokal dalam konsep penjaminan mutu memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan sistem yang tidak hanya memenuhi standar kualitas formal tetapi juga relevan dengan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat. Kearifan lokal berfungsi sebagai landasan etis dan kultural yang memperkuat budaya mutu dalam organisasi, meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan relevansi program dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, nilai-nilai lokal juga mendukung keberlanjutan dan memberikan identitas yang unik bagi institusi, baik dalam konteks pendidikan tinggi, pemerintahan, maupun sektor lainnya. Oleh karena itu, menggabungkan kearifan lokal dengan penjaminan mutu merupakan langkah strategis untuk menciptakan organisasi yang tidak hanya berkompeten di tingkat global, tetapi juga berkontribusi terhadap pelestarian budaya dan pembangunan yang berkelanjutan.

 

(Op*)