Kontemplasi Perjalanan Kemanusiaan
Oleh: Musyafir Arifin Nu’mang
Hari ini kusempatkan waktu merefleksi perjalanan kilas balik catatan pendek, pengalaman beraktivitas sebagai ‘Relawan’ (Volunteer) di organisasi Palang Merah Indonesia (PMI), dengan narasi apa adanya karena keterbatasan dalam merangkai kata dalam penulisan, buah diskusi saya dengan Zulkarnain Hamson ‘pensiunan’ wartawan Harian Ujungpandang Ekspres, yang 20-an tahun lebih tak pernah jumpa. Pertemuan kami terakhir di Sedona Hotel, saat saya masih menjabat Wakil Bupati Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan (Sulsel).
Esok hari 26 Desember 2024, bertepatan ‘Hari Relawan’ telah diperingati sejak 2005, tepatnya setahun setelah musibah bencana alam Tsunami Aceh (Tanah Rencong). Penetapan ‘Hari Relawan’ oleh pemerintah dicanangkan Presiden Republik Indonesia, Dr. Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Relawan atau ‘Volunteer’ bahasa yang tidak asing bagi kami, khususnya para relawan kemanusiaan di PMI. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di artikan “orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela, tidak karena dipaksa atau diwajibkan.”
Penggalan kisah sebagai ungkapan khusus dari apa yang ingin saya sampaikan sebagai bagian dari perjalanan aktivitas ikut dalam wadah PMI selama ini. Sepintas diawali dari bagian kegiatan Bakti Sosial (BAKSOS) pada saat menjalani masa-masa Orientasi Mahasiswa (POSMA) tahun 1977, di Kampus Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), berlokasi di Cikini, Jakarta Pusat. Adalah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di bidang sains dan teknologi di Indonesia, didirikan pada 5 Desember 1950 oleh Prof. Ir. Roosseno, seorang ahli beton Indonesia. BAKSOS dalam wujud Donor Darah. keikutsertaan saya untuk pertama kali mendonorkan darah, pada PMI, sebagai satu-satunya lembaga atau organisasi yang dipercayakan sebagai pengelolah darah untuk kebutuhan pasien melalui Rumah Sakit (RS) khusus kebutuhan darurat.