Kuasa Hukum Eks PPS Tamalate: KPU Labrak Norma Hukum
MAKASSAR – Kuasa Hukum Eks Panitia pemungutan suara (PPS) Tamalate, Tri Sasro Amir menilai KPU Kota Makassar dalam menerbitkan keputusan pemberhentian delapan PPS di Tamalate melabrak norma hukum, sabtu(15/7/2023).
KPU Kota Makassar harusnya tunduk dan patuh terhadap PKPU 8 Tahun 2022 dan juga Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor : 337/HK.06.2-Kpt/01/KPU/VII/2020 (Tentang Pedoman Teknis Penanganan Pelanggaran Kode Etik, Kode Perilaku, Sumpah/Janji, dan/atau Pakta Integritas Anggota PPK, PPS, dan KPPS) dalam pemberian sanksi.
“Apa yang disampaikan oleh Ibu Endang bahwa KPU Kota Makassar telah melakukan pemecatan/Pemberhentian PPS dalam masa jabatan sesuai dengan prosedural adalah informasi yang sesat. Bawaslu Kota Makassar, dalam hal ini memberikan rekomendasi kepada KPU Kota Makassar untuk menindak lanjuti sebagaimana peraturan perundang-undangan. Untuk itu, dalam pemberian Sanksi, KPU Kota Makassar wajib tunduk dan patuh terhadap PKPU 8 Tahun 2022 dan juga SKT KPU RI No. 337 Tahun 2020 sebagai pedoman dalam penjatuhan sanksi,” jelasnya.
Rizal, salahsatu dari kuasa hukum menegaskan bahwa berdasarkan SKT KPU RI Nomor 337 Tahun 2020, KPU Makassar seharusnya membuka sidang kode etik.
“Sebelum dilakukan pemberian sanksi kepada PPS ketika ada temuan, laporan dan sebagainya, dalam hal ini adanya rekomendasi Bawaslu Kota Makassar, maka KPU berkewajiban membuka persidangan Kode Etik (vide BAB III-BAB V SKT KPU No. 337 Tahun 2020). Keluarnya rekomendasi Bawaslu membutuhkan pembuktian lebih lanjut dalam sidang kode etik dan tidak serta merta langsung begitusaja menerbitkan SK pemberhentian,” tegasnya.
Lebih lanjut Ia menjelaskan, Bawaslu Makassar pasti memahami jika Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2022 dan SKT KPU Nomor 337 Tahun 2020 memberikan batasan untuk bertindak lebih lanjut. sehingga, Bawaslu sipatnya memberikan rekomendasi kepada KPU untuk ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan.
“Bawaslu memahami Prosedural dalam PKPU 8 Tahun 2022 dan juga SKT KPU 337 Tahun 2022, sehingga Bawaslu memrekomendasikan hasil temuan, kajian dan pemeriksaannya untuk ditindaklanjuti sebagaimana peraturan perundang-undangan. Sehingga, pelaksanaan dari rekomendasi itu membutuhkan pembuktian lebih lanjut karena sifatnya pemeriksaan yang menghasilkan dugaan semata,” katanya.
Sementara itu, Askar yang juga salahsatu dari kuasa hukum menuturkan, kedelapan PPS tersebut telah koperatif dalam memenuhi seluruh panggilan baik Bawaslu maupun KPU Makassar, namun sanksi yang mereka dapatkan tidak sesuai serta bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan.
“Sebelumnya, kedelapan PPS Kecamatan Tamalate telah diperiksa dan menurut Bawaslu itu terbukti, akan tetapi yang menjadi persoalan adalah pemberian sanksi yang diberikan oleh KPU Kota Makassar bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan. Idealnya, jika KPU ingin memberikan Pemberhentian tetap, harusnya diawali dengan pemberhentian sementara untuk membuka sidang Kode Etik, namun hal ini tidak dilakukan,” tuturnya.
Kami akan mengambil upaya-upaya hukum atas perbuatan dan sanksi yang dijatuhkan KPU Kota Makassar kepada kedelapan Klien kami.
“Kami akan tindak lanjuti, upaya hukum akan kami ajukan. Saat ini telah dilayangkan surat keberatan kepada KPU Kota Makassar dan kami sedang menyusun draft laporan serta pengaduan kepada DKPP. Dan juga kami akan layangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar. Sebab disini sangat jelas, bahwa perbuatan KPU Kota Makassar dalam menerbitkan keputusan pemberhentian itu melabrak norma hukum karena tidak sesuai dengan SKT KPU RI Nomor 337 tahun 2020 yang harusnya wajib dipedomani dan dijalankan oleh KPU,” pungkasnya.