“Potensi parkir kita besar dan bertambah setiap waktu. Tapi PAD dari sektor ini sangat kecil. Tidak sebanding dengan jumlah objek yang. Makanya kita minta ini ada audit terbuka,” tandasnya.

Sebelumnya, muncul banyak keluhan warga soal maraknya jukir liar. Objek-objek tertentu yang harusnya bebas dari retribusi parkir, justru mereka manfaatkan.

Para jukir liar hanya bermodalkan peluit. Mereka tak punya tanda pengenal. Apalagi tiket parkir.

Tarif yang mereka tetapkan juga terkadang melebihi ketentuan. Masyarakat menyesalkan Perumda Parkir Makassar karena tak mampu melakukan penertiban. Padahal, fenomena ini sudah berlangsung bertahun-tahun.

Jukir liar di Makassar, dapat ditemukan di tempat-tempat yang ramai seperti Indomaret, tempat makan di pinggiran jalan, tempat perbelanjaan (toko kelontong, di depan mal), pasar dan bahkan di gerai ATM.

“Ini meresahkan sekali karena sepertinya yang jukir liar itu preman preman ji semua. Herannya, kenapa ini PD Parkir kayak tidak terusik. Malah diam-diam saja,” ujar Wanda salah seorang warga Makassar.

Wanda pun mempertanyakan tanggung jawab Perumda Parkir Makassar sebagai leading sektor.

“Jadi apa ji kerjanya itu Perumda Parkir. Cuma pungut retribusi saja. Ini menurut saya keliru. Perumda Parkir pungut retribusi dari kami tapi dia tidak bisa memberi pelayanan yang baik. Harusnya ini dievaluasi walikota,” ketus Wanda. (*)