Laksus Laporkan Proyek Solar Cell Tana Toraja ke Polda Sulsel
TATOR – Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus) melaporkan proyek pengadaan solar cell Pemkab Tana Toraja tahun 2022. Laksus menyebut, hasil investigasi ditemukan adanya indikasi mark up.
“Laporan sudah kita layangkan ke Polda Sulsel. Sebelum kami laporkan sudah ada hasil investigasi tim di lapangan. Ada beberapa temuan ketimpangan. Indikasi kuatnya mark up,” terang Direktur Laksus Muhammad Ansar, Jumat (10/5/2024).
Proyek solar cell Pemkab Tana Toraja tahun 2022 dikerjakan oleh PT Cahaya Mas Cemerlang (CMC). Proyek ini menelan anggaran Rp4 miliar lebih.
Proyek solar cell ditempatkan pada 3 puskesmas di Tator. Di antaranya Puskesmas Sandabilik, Puskesmas Kondo Dewata dan Puskesmas Lekke.
Belakangan, produk mengalami kerusakan dan tidak bisa lagi dioperasikan. Ansar menduga, kerusakan pada produk terjadi karena memang tidak sesuai spesifikasi standar.
Ada beberapa catatan berdasarkan hasil temuan pihaknya. Pertama kata Ansar, baterai produk solar cell yang ditempatkan di 3 puskesmas disinyalir tidak memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan tidak memiliki sertifikat TKDN.
“Padahal ini jelas dipersyaratkan dalam juknis Kemenkes untuk TKDN minimal 25%. Dan jelas diatur dalam Kepres 2021 tentang TKDN PLTS dan, sesuai peraturan menteri MSDM N 02 tahun 2023,” jelasnya.
Kedua, produk yang dipasang di tiga titik puskesmas belum memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Artinya dari sisi legalitas SNI sudah ada pelanggaran. Ini jelas diatur dalam juknis Kemenkes untuk produk solar cell,” paparnya.
Selanjutnya kata Ansar, produk solar cell diduga Mark up dengan selisih mencapai Rp400 juta/unit. Ini dengan melihat spesifikasi produk yang ada di lapangan.
“Pada produk ini tidak menjelaskan berapa jumlah panel. Di lapangan terdapat 10 panel terpasang, yang seharusnya standard 25 panel. Produk juga tidak disebutkan jumlah volume. Sedangkan fakta di lapangan hanya terdapat 4 pcs. Itupun tidak sesuai dengan standar yang seharusnya 5 pcs batera,” urai Ansar.
Selain itu, produk di lapangan hanya memiliki 19.000 wht. Sementara dipersyaratkan untuk puskesmas dari juknis Kemenkes harus 24.000 wht.
“Efisiensi panel hanya 20% atau sama dengan 450 Watt, sedangkan dalam juknis PLTS oleh Kemenkes untuk efisiensi modul adalah 18%,” jelasnya.
Semua ini kata Ansar akan menjadi dasar laporan yang diajukan ke Polda Sulsel. Menurut dia, temuan temuan ini akan menjadi petunjuk bagi penyidik untuk menemukan bukti adanya penyimpangan.