Laksus Tantang DJP Sulsel Telusuri Laporan Pajak 9 Owner Kosmetik Berharta Jumbo
MAKASSAR, MATA SULSEL – Lembaga Antikorupsi Sulsel (Laksus) menantang Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Sulselbartra menelusuri Laporan pajak 11 owner kosmetik di Sulawesi Selatan. Laksus menilai, telaah perlu dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya tindakan manipulasi pajak.
“Sebenarnya ada puluhan owner di Sulsel. Tetapi 11 ini masuk klaster A dilihat dari sisi harta kekayaan mereka. Nah kenapa harus di telaah. Sebab mereka ini flexing harta berlebihan. Karena itu perlu diketahui apakah harta yang mereka pamerkan sudah sesuai dengan laporan pajaknya atau tidak,” ujar Direktur Laksus Muhammad Ansar, Rabu (24/5/2023).
Menurut Ansar, harus ada tindakan konkret dari Kanwil DJP. Jangan sampai kata dia, owner owner flelxing dengan barang barang super mewah, tetapi luput dari kewajiban pajak.
“DJP kan sudah dari dulu mengaku akan menelusuri itu. Tapi tidak Ada action sama sekali. Makanya saya tantang ini coba telusuri kalau berani,” ketus Ansar.
Adapun owner kosmetik yang direkomendasikan Laksus untuk ditelusuri yakni, Agus Salim Bucar, Feny Frans, brand Hj Imelda Yunus, Abhel Figo, Mira Hayati (MH) dan NRL. Selain itu Ada juga Syahraeni (SYR), Mimi Hamsyah dan Jeng Ranti.
Ansar sendiri telah melayangkan aduan ke Komisi III DPR RI terkait dugaan kejahatan perpajakan oleh owner kosmetik di Sulsel. Laksus menilai, Kanwil Dirjen Pajak Sulselbartra tak serius menggali dugaan manipulasi pajak para owner itu.
“Karena itu kami minta Komisi III turun tangan untuk mendorong proses hukum. Kami belum melihat ada intervensi dari Kanwil Pajak Sulselbartra,” ujarnya.
Menurut Ansar, pihaknya telah melayangkan surat kepada Kanwil Pajak agar diambil langkah atas dugaan manipulasi pajak owner kosmetik. Hanya saja, tidak ada upaya konkret.
Lambannya gerakan Kanwil Pajak Sulselbartra kata Ansar, patut dicurigai. Ia menduga ada koneksi tidak sehat antara pihak-pihak tertentu di Pajak dengan para owner.
Sebelumnya, Ansar telah mendesak agar Dirjen Pajak dan aparat penegak hukum melakukan telaah atas indikasi kejahatan pencucian uang para owner kosmetik.
“Dari hasil analisis hukum kami memang arahnya ke sana. Ada potensi besar terjadinya pencucian uang. Karenanya kami meminta telaah awal dari Dirjen Pajak,” ujar Ansar.
Pegiat antikorupsi yang juga koordinator Laksus, Mulyadi mengemukakan, dalam UU TPPU di pasal 2 huruf V dan Z secara jelas diterangkan bahwa kejahatan perpajakan itu bisa dikenai pidana pencucian uang. Di mana hasil kejahatan pajak berupa tidak membayar pajak dan berupaya menyembunyikan kekayaan dari pembayaran pajak.
“Berdasarkan hasil investigasi Lembaga Anti Korupsi Sulawesi Selatan menduga bahwa owner-owner kosmetik ini telah melakukan tindak pidana pencucian uang sesuai yang diatur dalam Undang-Undang TPPU Tahun 2002 tentang Pencucian uang atau dalam istilah lain money laundring. Hal itu dapat dibuktikan bahwa seluruh owner tidak mempunyai badan hukum dan Badan Usaha yang terdaftar sebagai wajib pajak, sementara harta kekayaan mereka dari hasil penjualan kosmetik tersebut miliaran rupiah,” terang Mulyadi.