BANTAENG, MATASULSEL — Sengketa lahan seluas lebih dari satu hektare di Dusun Lannying, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, telah memasuki tahun kelima proses hukumnya. Pihak penggugat, Daming bin Pance, dinyatakan menang dalam empat tingkatan peradilan berturut-turut, dari tingkat pertama hingga Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Perkara ini pertama kali bergulir pada tahun 2020. Daming menggugat lima pihak atas kepemilikan lahan yang telah diperjualbelikan, dan menggandeng kuasa hukum Zamzam, SH., untuk menangani kasus tersebut.

“Awalnya kami pelajari dokumen-dokumen yang diberikan klien. Setelah diteliti, kami yakin ada dasar yang kuat untuk menggugat,” ujar Zamzam di depan awak media Selasa 3 Juni 2025.

Setelah melalui proses persidangan dan pembuktian, majelis hakim Pengadilan Negeri Bantaeng memutuskan untuk mengabulkan gugatan Daming. Berikut rincian putusan hukum yang menguatkan posisi penggugat:
• Putusan Pengadilan Negeri Bantaeng
Nomor: 7/Pdt.G/2020/PN Ban
Hasil: Gugatan dikabulkan, Daming bin Pance menang.
• Putusan Pengadilan Tinggi Makassar
Nomor: 232/PDT/2021/PT MKS
Hasil: Menguatkan putusan PN Bantaeng.
• Putusan Mahkamah Agung RI (Kasasi)
Nomor: 5074 K/Pdt/2022
Hasil: Permohonan kasasi ditolak, putusan sebelumnya tetap berlaku.
• Putusan Mahkamah Agung RI (PK)
Nomor: 705 PK/Pdt/2024
Hasil: Permohonan Peninjauan Kembali ditolak. Daming kembali menang.

Eksekusi Tertunda karena Perlawanan dan Wafatnya Penggugat:
Meski telah mengantongi kekuatan hukum tetap, proses eksekusi lahan masih tertunda. Salah satu penyebabnya adalah wafatnya penggugat utama, yang kemudian digantikan oleh ahli waris. Selain itu, muncul klaim dari istri salah satu tergugat yang menyatakan bahwa sebagian lahan yang disengketakan adalah mahar pernikahan.

“Yang patut dicermati, saat perkara dimulai tahun 2020, pihak lawan tidak pernah menyebut lahan itu sebagai mahar. Narasi ini baru muncul setelah seluruh proses hukum kami menangkan,” kata Zamzam.