Mahasiswa Makassar Kecam Kehadiran Walhi Sulsel di Pulau Sangkarang
MAKASSAR, MATA SULSEL– Perseteruan nelayan Kepulauan Sangkarrang Makassar dan penambang pasir laut untuk proyek Makassar New Port (MNP) Tahap 1B dan 1C menemui babak baru. Awalnya pergerakan penolakan di kepulauan Sangkarrang dimotori oleh Organisasi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan.
Namun dalam perjalanannya pendampingan WALHI tidak membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini bahkan berujung pada ditangkapnya 2 nelayan pulau Kodingareng Lompo bernama Manre dan Nasiruddin untuk 2 kasus hukum yang berbeda. Atas kejadian tersebut, berbagai elemen organisasi kemahasiswaan di Kota Makassar menyampaikan kecaman atas sikap dan tindakan Walhi dipulau.
“Kami semua menyesalkan sikap dan tindakan WALHI di Kepulauan Sangkarrang. Kami tidak tahu pola pendampingan seperti apa yang dilakukan mereka di Pulau. Mereka memprovokasi nelayan hingga akhirnya nelayan berhadap-hadapan dengan aparat dilaut. Model pendampingan dan edukasi seperti apa yang mereka lakukan” Sesal Irwan Parabai Ketua Gerakan Mahasiswa Pulau Kota Makassar.
WALHI dinilainya pula seolah menjadikan nelayan sebagai tumbal dari pergerakan ini. “Kami tidak tahu pola ini memang rumusan baku dari organisasi sekelas walhi atau seperti apa, membiarkan nelayan dengan perahu kecil dan mesin kecil mendekati kapal penambang yang sangat besar dengan bobot yang sangat berat. Kira-kira kalau terjadi sesuatu dengan nelayan di laut menyangkut keselamatan jiwa mereka, apa WALHI mau bertanggungjawab,” tambah Irwan.
Ditempat lain, aktifis lingkungan Lestari Hijau Celebes Lukman Hakim turut menyampaikan kecamannya. “Pendampingan seperti apa ketika WALHI melakukan pembiaran terhadap aksi-aksi nelayan yang melakukan pengrusakan dan berbagai macam perbuatan melawan hukum lainnya. Ini pendampingan atau penjebakan. Negara ini negara hukum dan WALHI tahu itu, kenapa masyarakat tidak coba didampingi dan diedukasi yang benar. Atau memang ada unsur kesengajaan membuat masyarakat menjadi tumbal? Sehingga nantinya disuarakan lagi issu HAM, kriminalisasi dan lain-lainnya. Ini sungguh menyesatkan,” kecam Lukman.
Ditambahkannya pula bahwa seharusnya WALHI melakukan uji materi dengan melakukan pengajuan keberatan terhadap peraturan daerah tentang RZWP3K. “Kan itu mekanismenya, jangan cuma berkoar-koar minta direvisi, digugat dong. Sekali lagi, negara ini negara hukum, tentu ada mekanisme dan prosedur untuk semua persoalan hukum yang terjadi. Apalagi kami tahu Walhi juga berperan aktif dalam perumusan Perda RZWP3K, jadi lucu aja, setelah disahkan diam saja dan tidak melakukan upaya hukum atas penetapan perda tersebut,” imbuh Lukman.
Ditempat terpisah, anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan yang juga Ketua Pansus Ranperda RZWP3K Fahruddin Rangga saat menerima aksi unjuk rasa digedung DPRD Sulawesi Selatan Jumat (28/08/2020) menyatakan bahwa selama pembahasan perda RZWP3K WALHI termasuk salah satu elemen yang turut memberikan partisipasi aktifnya. “WALHI sering memberikan masukan terkait perda ini, tapi khsusus masalah zonasi penambangan, WALHI tidak pernah memberikan masukan berapa mil jarak dari pulau terdekat yang disertai dengan kajian ilmiah dan akademis. Sedangkan pembahasan perda ini adalah sebuah hal yang penting karena ini adalah bagian turunan dari Undang-Undang yang tentu saja tidak bisa tidak diselesaikan pembahasannya,” jelas Rangga sapaan akrabnya. (*)