Ma’REFAT INSTITUTE Bincangkan Arah Gerakan Mahasiswa serta Gerakan Sosial
Fenomena sepuluh tahun terakhir, menurut Manarangga, menunjukkan semakin kuatnya kecenderungan kooptasi dalam gerakan mahasiswa. Ia melihat banyak gerakan yang tidak bersatu dan tercerai-berai. “Mereka cenderung memiliki arah yang berbeda-beda sehingga tidak lagi memiliki isu besar bersama untuk memperkuat gerakan bagi kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Ketiadaan agenda bersama itu, lanjut Manarangga, membuka ruang bagi kooptasi. Gerakan sering kali dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu. “Mahasiswa terkadang tidak memahami alasan mendasar mengapa perlu melakukan gerakan. Banyak yang akhirnya terjebak pada kepentingan sesaat, sehingga momentum yang dibangun justru dipakai orang lain,” pungkasnya.
Salah seorang peserta, Muttaqin Azikin, memberikan tanggapan. Ia meyakini bahwa gerakan mahasiswa tidak akan mati karena merupakan gerakan moral yang berangkat dari nilai. Menurutnya, ketimbang hanya menyoroti mahasiswa yang harus bersikap kritis, ia mempertanyakan lemahnya suara kritis para pendidik di kampus. “Banyak dosen tidak berani bersuara terhadap problem kebangsaan, padahal mereka seharusnya dapat menuntun mahasiswa untuk membangun wacana kritis.” Ujarnya secara tegas.
Prof. Amran menanggapi bahwa banyak dosen dan guru besar kini sudah sangat nyaman dengan posisinya, sehingga sulit menerima kritik. Hal ini membuat mereka enggan bersuara kritis terhadap problem bangsa.
Sebagai penutup, Manarangga menekankan pentingnya menentukan keberpihakan agar arah gerakan jelas dan berdampak nyata. Keberpihakan gerakan harus ditujukan pada kepentingan rakyat banyak. Tanpa keberpihakan yang jelas, gerakan akan mudah goyah, terombang-ambing oleh isu sesaat, bahkan terseret kepentingan politik praktis. Tugas utama gerakan adalah memastikan pemerintah memiliki arah dan tujuan bangsa yang berpihak pada masyarakat.
Oleh karena itu, Manarangga menyebutkan pentingnya kolaborasi lintas gerakan. Gerakan mahasiswa maupun gerakan sosial secara luas tidak bisa bergerak sendirian, melainkan harus menyatukan langkah dengan buruh, petani, komunitas adat, dan kelompok lainnya. Tidak hanya itu, konsolidasi lintas sektor perlu dilakukan, agar berbagai permasalahan yang tampak sektoral ini dapat dianalisis secara sistemik sehingga menghasilkan isu bersama yang lebih besar.
Pertemuan yang berjalan selama dua jam ini, seperti biasa dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan, baik mahasiswa, dosen, aktivis lingkungan, dan juga pelaku usaha serta karyawan swasta. (RW)