Memahami Ecological Fiscal Transfer : Catatan Sebagai Peserta Pelatihan EFT
Oleh : Haerullah Lodji
direktur Pattiro Jeka
BOGOR – Selama empat hari yang berharga, dari 4 hingga 7 November 2024, saya berkesempatan untuk mengikuti pelatihan Analisis Anggaran dan Ecological Fiscal Transfer (EFT) di Bogor, Jawa Barat.
Pelatihan ini diselenggarakan oleh Pattiro Jakarta dengan dukungan dari The Asia Foundation (TAF). Sebagai salah satu dari 21 peserta yang mewakili Lembaga Pattiro Jeka, saya merasakan betapa pentingnya pelatihan ini dalam memperkaya pengetahuan dan keterampilan saya mengenai pengelolaan anggaran berbasis ekologi.
Pelatihan ini memberikan wawasan mendalam tentang struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta sistem perencanaan dan penganggaran yang ada.
Kami dibekali pengetahuan mengenai berbagai komponen APBD, bagaimana merencanakan anggaran yang responsif terhadap isu-isu lingkungan, dan teknik advokasi untuk mempengaruhi kebijakan publik.
Salah satu aspek yang paling menarik adalah pemahaman mengenai Ecological Fiscal Transfer (EFT), sebuah konsep yang semakin relevan di Indonesia dalam dua tahun terakhir.
TAF, bersama dengan jaringan masyarakat sipil, telah berupaya mempromosikan EFT melalui beberapa skema, seperti transfer anggaran provinsi berbasis ekologi (TAPE) dan transfer anggaran kabupaten berbasis ekologi (TAKE).
Dalam sesi pelatihan, kami belajar tentang praktik terbaik dari berbagai negara yang telah menerapkan skema insentif berbasis ekologi. Contohnya, negara bagian Parana di Brasil telah berhasil meningkatkan kawasan lindung mereka secara signifikan melalui transfer fiskal.
Dalam kurun waktu hanya delapan tahun, kawasan lindung di Parana meningkat dari 637 ribu hektar pada tahun 1991 menjadi 1,69 juta hektar pada tahun 2000, sebuah peningkatan yang sangat mengesankan. Keberhasilan ini tidak hanya menginspirasi Brasil, tetapi juga negara-negara lain seperti Portugal, India, Jerman, dan Australia.
Pengalaman ini menggugah semangat saya untuk melihat bagaimana Indonesia dapat menerapkan prinsip serupa, terutama dalam konteks perlindungan lingkungan hidup.
Di Indonesia, penerapan EFT mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan, meskipun masih dalam tahap awal. Sebagai contoh, Kalimantan Utara telah menjadi salah satu provinsi yang mulai menerapkan skema TAPE, di mana dana dialokasikan untuk proyek-proyek yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan.
Pemerintah provinsi melakukan kolaborasi dengan pemerintah kabupaten untuk memastikan bahwa alokasi anggaran tidak hanya memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan dampak lingkungan.
Jayapura, sebagai kabupaten pertama yang menerapkan EFT melalui Alokasi Dana Kampung (ADK), menunjukkan bahwa inovasi ini bukan hanya mungkin, tetapi juga dapat diimplementasikan dengan sukses.
Kebijakan ini ditetapkan dalam Peraturan Bupati No. 11 Tahun 2019, yang menambahkan proporsi alokasi insentif berbasis ekologi ke dalam sistem pendanaan desa. Dengan indikator ekologi yang dimasukkan dalam proporsi alokasi insentif, dana TAKE dapat digunakan untuk mendukung peningkatan kapasitas pemerintahan kampung, pemenuhan layanan dasar, dan perlindungan lingkungan hidup.
Di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, penerapan EFT telah menunjukkan hasil yang positif. Pemerintah daerah berkomitmen untuk mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam perencanaan dan penganggaran daerah.
Melalui skema TAKE, pemerintah Maros memberikan insentif kepada desa-desa yang berhasil menjaga keberlanjutan hutan dan lahan pertanian. Salah satu program yang dijalankan adalah pemberian bantuan keuangan untuk desa yang berhasil meningkatkan luas kawasan hijau dan melestarikan keanekaragaman hayati.
Hasilnya, desa-desa tersebut tidak hanya mendapatkan dukungan finansial, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Parepare, yang terletak di Sulawesi Selatan, memperlihatkan pendekatan serupa dengan memanfaatkan skema EFT.
Kebijakan ini melibatkan reformulasi alokasi dana desa (ADD), dengan ADD dibagi menjadi tiga komponen utama : alokasi dasar untuk seluruh desa, alokasi proporsional berdasarkan indikator seperti jumlah penduduk dan tingkat kemiskinan, serta alokasi TAKE yang didasarkan pada indeks kinerja desa.
Kinerja desa diukur berdasarkan empat aspek utama : perlindungan lingkungan hidup, ketahanan bencana, penyerapan dana, dan pembangunan desa yang adil.
Meskipun ada kemajuan dalam penerapan EFT di beberapa daerah, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan dan mengelola anggaran yang berbasis ekologi.
Selain itu, diperlukan dukungan yang lebih besar dari pemerintah pusat untuk mendorong adopsi skema EFT secara luas di seluruh Indonesia.
Pelatihan ini telah membuka mata saya tentang pentingnya analisis anggaran dan pengembangan skema insentif berbasis ekologi.
Saya berharap bahwa dukungan pemerintah pusat akan mempercepat adopsi EFT di daerah lain, sehingga kita dapat menciptakan kebijakan yang lebih efektif dalam pengelolaan lingkungan.
Dengan semangat kolaborasi dan komitmen yang kuat, saya yakin bahwa Indonesia dapat menjadi contoh dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Pengalaman mengikuti pelatihan ini bukan hanya menambah pengetahuan saya, tetapi juga memperkuat tekad saya untuk berkontribusi dalam upaya menjaga lingkungan hidup demi generasi mendatang.
Melihat potensi dan keberhasilan yang sudah dicapai di beberapa daerah, termasuk Maros dan Parepare, saya merasa optimis bahwa dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat mendorong perubahan positif dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia.
Melalui penerapan Ecological Fiscal Transfer, kita tidak hanya berinvestasi dalam ekonomi, tetapi juga dalam keberlanjutan ekosistem yang akan menjadi warisan bagi anak cucu kita.
Dengan demikian, pelatihan ini telah memberikan saya perspektif baru dan mendorong saya untuk terus berkontribusi dalam advokasi kebijakan yang mendukung pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Saya percaya bahwa dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik dan lebih hijau untuk Indonesia.