Dilaporkan : Tim Jelajah Jeneponto 161 (Tim JJ 161)

Ditulis Dalam Rangka Hari Jadi Jeneponto ke 161, 1 Mei 2024

BAGIAN KEDUA

BENDI

Daeng Lallo, Daeng Ngewa, Daud, Sumang, Daeng Rewa, deretan nama tersebut adalah para pemilik Bendi yang berjaya sekitar tahun 80-an hingga awal 90-an di kampung Balang, Sapanang dan Sapiri. Kendaraan Bendi pada saat itu menjadi transportasi utama bagi sebagian masyarakat Jeneponto menuju pasar dan kesekolah bagi anak anak.

Pada masa tersebut kendaraan bendi masih terlihat ramai lalu lalang di jalan-jalan utama Kota Bontosunggu Jeneponto. Bendi tersebut berasal dari kampung sekitar kota Bontosunggu, Sidenreng , Bontang, Pannara, Balang, Taba, Lembang loe, hingga Sapanang dan beberapa kampung lain

Sejak pasar Bontosunggu yang juga adalah terminal utama Kabupaten Jeneponto direlokasi ke Karisa Batas Kota Jeneponto. Sejak saat itu berangsur kendaraan Bendi tak lagi menjadi transportasi bagi masyarakat Jeneponto menuju pasar ataupun untuk keperluan sehari-hari, hingga akhirnya kendaraan bendi tak lagi terlihat di jalan-jalan kota Jeneponto saat ini.

Apakah saat ini Bendi masih ada di Jeneponto ?

Berdasarkan pantauan tim JJ 161, rupanya Bendi masih terdapat di Kecamatan Bangkala, kendaraan Bendi masih menjadi favorit bagi sebagian warga sebagai transportasi menuju pasar, tepatnya di pasar Allu.
Delman atau yang dikenal dengan sebutan Bendi, hingga kini masih diminati warga Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulsel sebagai moda transportasi.

Bendi merupakan kendaraan yang paling populer di kecamatan Bangkala, bahkan Bendi satu-satunya alat transportasi yang digunakan masyarakat dahulu untuk berpergian seperti ke pasar atau ke tempat lain.

Bendi, alat transportasi penumpang ini digerakkan oleh se-ekor kuda jantan. Dalam Bendi, bisa memuat empat sampai enam orang penumpang.

Umumnya, Bendi dikemudikan oleh laki-laki yang memiliki kemampuan mengendalikan kemudi berupa tali kekang yang terikat langsung ke mulut kuda sehingga butuh ketelitian khusus untuk mengarahkan jalannya kuda sebagai kemudi Bendi.

Saat ini, Bendi tak lagi mendominasi jalan jalan kota Bangkala, keberadaannya bersaing dengan moda transportasi lain yang lebih efisien dan efektif, ojek, bentor dan pete pete, walau demikian beberapa warga masih menjadikan Bendi sebagai transportasi favorit menuju pasar atau keperluan lain

Kepemilikan Bendi masih terdapat di Kelurahan Benteng, Pallengu dan Pantai Bahari, jumlahnya bahkan masih puluhan

Tarifnya yang relatif murah dan terjangkau, menjadi alasan warga hingga kini tetap memilih Bendi sebagai sarana angkutan utama jika berpergian ke pasar untuk menjual hasil bumi atau berbelanja.

Untuk satu kali naik bendi, warga cukup membayar sesuai dengan jarak saja. Per orang cuman membayar seharga Rp. 3.000 hingga Rp. 5.000, tergantung jarak dan barang bawaan. Untuk mensiasati semakin sepinya penumpang, para penarik Bendi juga mengangkut material seperti balok, bambu dan lainnya.

Entah sampai kapan, Ma’do Daeng Bella (64), Muis (25), Uci (48), Laju’ (60), Daeng Situju (65) dan yang lainnya di Kecamatan Bangkala dapat terus terlihat di jalan jalan kota Bangkala menarik Bendi dan bertahan sebagai moda transportasi tradisional ditengah arus modernisasi.

Dari Bontosunggu Kelurahan Kalimporo, Dg Situju (65) Pemilik sekaligus penarik Bendi, mewakili segenap penarik dan masyarakat pengguna Bendi mengucapkan selamat hari jadi Jeneponto ke161, semoga Bendi sebagai cerita sejarah Jeneponto tetap lestari.

Penulis : Oji pajeka (Tim JJ161)

——— Bersambung ———