Oleh : Haerullah Lodji (Member Turatea Horsback Archery)

Dalam beberapa waktu terakhir, Jeneponto, sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan, semakin sering di tuliskan fakta sebagai “kota kuda.”

Tentu saja, penamaan ini bukan sekadar slogan. Berbagai bukti dan fakta mendukung klaim ini, mulai dari simbol kuda yang terdapat pada lambang daerah, hingga aktivitas berkuda yang semakin berkembang di wilayah ini.

Namun, satu pertanyaan yang patut diajukan adalah, apakah Jeneponto sudah sepenuhnya memanfaatkan potensi ini untuk menjadi destinasi wisata berkuda yang terkemuka di Indonesia?.

Dengan adanya rencana untuk menggelar event nasional berkuda, saatnya kita meninjau lebih dalam mengenai potensi Jeneponto sebagai kota kuda.

Keterkaitan Kuda dan Budaya Jeneponto

Kuda bukan sekadar hewan pelengkap dalam masyarakat Jeneponto, kuda merupakan bagian integral dari budaya dan identitas daerah ini.

Lambang daerah yang menggunakan gambar kuda, pasar kuda satu satunya di Sulawesi Selatan, pacuan kuda dan patung kuda yang berdiri megah di tengah kota mencerminkan kecintaan masyarakat terhadap hewan ini.

Selain itu, kuliner khas daerah seperti Coto dan Gantala, yang berbahan dasar daging kuda, menambah dimensi budaya berkuda di Jeneponto.

Namun, meskipun kuda menjadi simbol yang kuat, Jeneponto belum sepenuhnya mengoptimalkan potensi wisata yang berkaitan dengan kuda.

Saat ini, para pengunjung yang ingin menikmati kegiatan berkuda masih harus mencari alternatif di luar daerah, seperti di Malino. Di sana, wisatawan dapat menunggangi kuda jinak, sebuah pengalaman yang belum sepenuhnya hadir di Jeneponto.