Jakarta, Matasulsel – Prospek ekonomi global tampaknya masih akan mengalami masa sulit. Jika sebelumnya pertumbuhan ekonomi dunia dihantui isu trade war antara Amerika Serikat dan RRC, Oil Conflict di Timur Tengah yang juga melibatkan Rusia, hingga masalah instabilitas di Hongkong, kini masalah pandemi Covid-19 berpotensi menurunkan angka pertumbuhan ekonomi dunia, Jum’at 27 Maret 2020.

IMF sendiri telah memangkas 0,1% dari 3,4% menjadi 3,3% pertumbuhan ekonomi global menurut World Economic Outlook Oktober 2019.

sementara itu, Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global di 2020 menjadi 2,7% dari sebelumnya 2,8%, sedangkan OECD memangkas pertumbuhan ekonomi dunia dari 2,9% menjadi 2,4%. Bahkan, pertemuan negara-negara yang dimotori oleh G-20 memprediksikan pertumbuhan ekonomi global berpotensi menjadi minus.

Pandemi Covid-19 dengan cepat ke berbagai belahan dunia tidak hanya menjadi isu kesehatan saja, tetapi telah menimbulkan implikasi terhadap prospek ekonomi global. Kebijakan isolasi wilayah negara maju seperti RRC untuk mencegah penyebaran virus telah berdampak pada sektor ekonomi strategis seperti industri pariwisata, sektor produksi dan distribusi hingga tenaga kerja.

RRC berkontribusi hingga 17 % ekonomi dunia dan memiliki hubungan ekonomi yang cukup kuat dengan Indonesia. Penurunan 1% dari pertumbuhan ekonomi RRC, berdampak 0,3-06% penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

ini berarti target pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sulit direalisasikan di atas 5% sebagaimana proyeksi pemerintah. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020 sebesar 4,9%. Begitu pula dengan Moody’s yang merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 4,8% Sementara itu, Sri Mulyani Indrawati, Menkeu RI, memperkirakan perlambatan ekonomi global di tengah pandemi Covid-19 akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan skenario terburuk 0% dan moderat tumbuh di atas 4%.

Apa Implikasinya?

Melambatnya ekonomi global di tengah pandemic Covid-19 telah berdampak pada pertumbuhan ekonomi semua negara, terutama negara-negara berkembang. Ekonomi setiap negara akan mengalami tekanan besar pada berbagai sektor seperti merosotnya kinerja ekspor, investasi tertekan, meningkatnya ketimpangan pendapatan dan kemiskinan, serta terbatasnya ruang kebijakan fiskal dan moneter akibat peningkatan utang luar negeri. Industri manufaktur dan padat karya di Indonesia akan mengalami dampak signifikan ketika produksi dan distribusi harus mengatur shift kerja dan pengurangan jumlah tenaga kerja untuk menghindari penyebaran masif Covid-19.

RRC sebagai negara pertama wabah Covid-19 terpaksa harus memangkas 12-15% sektor manufaktur akibat penyebaran Covid-19. Hal ini akan mengurangi pendapatan perusahaan sekaligus tenaga kerja dan berpengaruh pada menurunnya daya beli masyarakat.

pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini banyak ditopang oleh kenaikan tingkat konsumsi akan terdampak signifikan.

Dampaknya nyata dari ketidakmenentuan ekonomi global juga terlihat dari anjloknya pasar saham, secara year to date (ytd) kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat anjlok 31,25% (per 18 Maret 2020), Indeks Bursa Efek Filipina turun 24% (per 16 Maret 2020).

Indeks FTSE MIB merosot hingga 38% dibandingkan posisi pada awal tahun (ytd) di Italia. Demikian pula indeks Hang Seng yang sudah turun hingga 15 %.

situasi serupa juga terjadi di sektor pasar valuta asing. Mata uang Rupiah terdepresiasi terhadap valuta asing terutama Dollar AS. Nilai tukar 1 USD mencapai Rp 16.550 (per 23 Maret 2020) disertai dengan capital outflow mencapai hampir Rp.100 T.